DECEMBER 9, 2022
Nasional

Mahkamah Konstitusi Ubah Desain Surat Suara Pilkada Calon Tunggal Per 2029

image
Ilustrasi surat suara. (Antara)

ORBITINDONESIA.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengubah ketentuan desain surat suara dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) dengan satu pasangan calon atau calon tunggal menjadi model plebisit yang mulai berlaku tahun 2029.

Mahkamah Kontitusi menyatakan bahwa Pilkada calon tunggal dengan memakai surat suara yang memuat nama dan foto pasangan calon serta dua kolom kosong di bagian bawah yang berisi atau memuat pilihan untuk menyatakan "setuju" atau "tidak setuju" terhadap satu pasangan calon tersebut.

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 126/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis 14 November 2024.

Baca Juga: Pilkada Jakarta 2024: FKPPI Deklarasi Dukung Pramono Anung-Rano Karno

Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh mahasiswa dan karyawan swasta Wanda Cahya Irani dan Nicholas Wijaya.

Salah satu pokok permohonan para pemohon berkaitan dengan desain surat suara dalam Pasal 54 C ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Mahkamah Konstitusi menyimpulkan dalil permohonan para pemohon terkait dengan desain surat suara tersebut beralasan menurut hukum sebagian.

Baca Juga: Pilkada Jakarta 2024, Survei SMRC: Elektabilitas Pramono Anung-Rano Karno Capai 46,0 Persen

Oleh karena itu, MK menyatakan Pasal 54 C ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 inkonstitusional bersyarat.

Dalam pertimbangannya, MK menyoroti keterangan dalam surat suara yang digunakan pada pilkada calon tunggal saat ini yang berbunyi "Coblos pada: Foto pasangan calon atau kolom kosong tidak bergambar".

Menurut MK, narasi keterangan tersebut bukan suatu bentuk narasi yang utuh dan komprehensif dalam penyajian suatu pilihan sebab keterangan tersebut tidak dilengkapi dengan narasi yang menggambarkan implikasi dari masing-masing pilihan.

Baca Juga: Pilkada Jakarta 2024: Pramono Anung Targetkan Raih Lebih Dari 50 Persen Suara di Jakarta Selatan

Oleh sebab itu, Mahkamah menilai narasi keterangan dimaksud dapat menimbulkan mispersepsi bagi pembaca, mengingat tidak semua pemilih mengerti bahwa kolom kosong merupakan tempat untuk menyatakan pilihan tidak setuju terhadap calon tunggal.

MK berpendapat bahwa kesalahpahaman akibat ketiadaan informasi atau penjelasan yang utuh dalam keterangan yang dimuat pada desain surat suara untuk pilkada calon tunggal secara langsung akan berdampak pada para pemilih dalam mengambil keputusan.

"Akibatnya, terdapat potensi ketidakseimbangan dalam memilih. Dalam hal ini, yang lebih diuntungkan adalah pilihan yang lebih banyak memuat informasi, seperti pilihan kolom yang memuat foto pasangan calon, lengkap dengan nama calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, sehingga cenderung lebih menarik para pemilih," tutur hakim Saldi Isra.

Baca Juga: Mahkamah Konstitusi: Pilkada Ulang Harus Digelar Paling Lama Setahun Setelah Kotak Kosong Dinyatakan Menang

Dalam batas penalaran yang wajar, MK menilai desain surat suara yang demikian tidak memberikan keseimbangan dalam pilkada yang demokratis dan jauh dari asas-asas pemilu yang diamanatkan UUD NRI Tahun 1945.

Untuk memberikan keseimbangan agar asas-asas pemilu tergambar dengan benar dalam pilkada calon tunggal, MK tetap pada pendiriannya yang menghendaki agar kontestasi pilkada calon tunggal kembali menggunakan model plebisit, yakni model yang meminta para pemilih untuk menentukan "setuju" atau "tidak setuju" dengan calon tunggal.

Meski demikian, pilihan tersebut masih tetap dapat menyisakan persoalan karena ada pemilih yang tidak bisa atau memiliki keterbatasan baca-tulis.

Oleh karena itu, MK berpesan KPU agar menyosialisasikan secara intensif makna kata "setuju" atau "tidak setuju" dalam surat suara pilkada calon tunggal.

Pada pertimbangannya, MK juga menyoroti fakta bahwa Pilkada 2024 telah memasuki tahap menjelang pemungutan suara dan tahapan pencetakan surat suara telah dilakukan sehingga model desain surat suara yang diubah oleh MK tidak memungkinkan untuk dilaksanakan pada pilkada tahun ini.

"Oleh karena itu, desain atau model surat suara baru dengan model plebisit dalam pilkada dengan satu pasangan calon dimaksud, mulai diberlakukan pada Pilkada 2029," tambah Saldi. ***

Berita Terkait