DECEMBER 9, 2022
Internasional

Menlu Retno Marsudi: Indonesia Ajukan Diri sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB 2029-2030

image
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi ketika menyampaikan pidato terakhirnya dalam Sesi Debat Umum Sidang ke-79 Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat, Sabtu, 28 September 2024. (ANTARA/Suwanti)

ORBITINDONESIA.COM - Indonesia kembali mencalonkan diri sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB untuk periode 2029-2030. Hal itu diumumkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

Retno Marsudi mengungkapkan itu ketika menyampaikan pidato terakhirnya dalam Sesi Debat Umum Sidang ke-79 Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat, Sabtu, 28 September 2024.

“Pencalonan ini mencerminkan komitmen mendalam kami untuk berkontribusi atas perdamaian dan keamanan dunia,” kata Retno Marsudi.

Baca Juga: Menlu Retno Marsudi Dorong Kesatuan Gerakan Non-Blok Lawan Ketidakadilan Israel Terhadap Palestina

Indonesia telah empat kali terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan, pertama pada 1973-1974, kemudian 1995-1996, 2007-2008, dan terakhir 2019-2020.

Menlu menjelaskan bahwa kepemimpinan global tidak diwariskan dan tidak muncul begitu saja, “tidak jatuh dari langit” mengutip ucapannya.

Sehingga kepemimpinan itu harus dicapai melalui upaya bersama secara kolektif. Dan, upaya tersebut sejalan dengan intisari kebijakan luar negeri Indonesia, yakni perdamaian, keadilan, dan kemanusiaan.

Baca Juga: Menlu RI Retno Marsudi: Bagaimana Bisa Kita Percaya Pidato PM Israel Benjamin Netanyahu?

Indonesia sering mengkritisi kepemimpinan Dewan Keamanan saat ini, mengingat banyak isu global yang gagal diselesaikan.

Sebut saja isu besar konflik di Palestina. Sebelumnya dalam forum berbeda, Retno mempertanyakan soal kepemimpinan Dewan Keamanan untuk mencipta perdamaian.

“Reformasi Dewan Keamanan menjadi hal yang amat perlu demi menjamin adanya kepemimpinan untuk perdamaian,” ujar Retno.

Baca Juga: Menlu Retno Marsudi Respons Gugurnya Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah Akibat Serangan Udara Israel

Dua cara yang harus dilakukan dalam reformasi ini: mekanisme pengambilan keputusan yang lebih demokratis dan menampung lebih banyak suara dari masyarakat dunia—bukan hanya segelintir negara.***

Sumber: Antara

Berita Terkait