Menlu Antony Blinken: Pembunuhan Aktivis Amerika Aysenur Ezgi Eygi di Tepi Barat Tak Bisa Diterima
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Rabu, 11 September 2024 01:52 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menegaskan bahwa pembunuhan aktivis berkewarganegaraan Amerika-Turki, Aysenur Ezgi Eygi, di Tepi Barat tidak beralasan dan tidak bisa diterima.
"Tidak seorang pun, tidak seorang pun boleh ditembak dan dibunuh karena mengikuti unjuk rasa," kata Antony Blinken dalam konferensi pers dengan Menlu Inggris David Lammy, Selasa, 9 September 2024.
Antony Blinken menyebut Eygi adalah warga Amerika kedua yang tewas di tangan pasukan keamanan Israel.
Baca Juga: Menlu Antony Blinken: AS Cari Kesepakatan Usai Hamas Merevisi Proposal Gencatan Senjata di Gaza
"Saya pikir apa yang kita lihat dalam penyelidikan ini tampaknya menunjukkan apa yang dikatakan para saksi mata dan memperjelas bahwa pembunuhannya tidak beralasan dan tidak dapat dibenarkan," katanya.
Blinken mengatakan bahwa tidak seorang pun harus mempertaruhkan nyawa mereka hanya karena mengekspresikan pandangan mereka secara bebas.
"Menurut penilaian kami, pasukan keamanan Israel perlu membuat beberapa perubahan mendasar dalam cara mereka beroperasi di Tepi Barat, termasuk perubahan pada aturan keterlibatan mereka," ujarnya.
Baca Juga: Menlu AS Antony Blinken Tegaskan pada Iran dan Israel untuk Tidak Tingkatkan Konflik di Timur Tengah
Eygi (26) ditembak mati oleh pasukan Israel Jumat lalu, 6 September 2024 ketika melakukan protes terhadap permukiman ilegal Israel di Beita, sebuah kota di luar Kota Nablus.
Saksi mata melaporkan bahwa tentara Israel melepaskan tembakan langsung ke arah demonstran.
Meskipun dia berdiri jauh dari area protes utama, dia ditembak mati di kepala.
Baca Juga: Menlu AS Antony Blinken Ucapkan Selamat HUT ke-79 RI Kepada Seluruh Rakyat Indonesia
Eygi segera dilarikan ke rumah sakit, tetapi petugas medis tidak dapat menyelamatkannya.
Eygi, lahir di Antalya, Turki, pada 1998, lulus pada Juni dari Universitas Washington, tempat dia belajar psikologi dan bahasa serta budaya Timur Tengah.
Dia tiba di Tepi Barat pekan lalu untuk menjadi relawan Gerakan Solidaritas Internasional sebagai bagian dari upaya untuk mendukung dan melindungi petani Palestina.***