Anggota Komisi VII DPR RI Minta Pelarangan Truk Sumbu 3 Saat Libur Hari Besar Keagamaan Ditinjau Kembali
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Jumat, 05 Juli 2024 22:28 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Willy Midel Yoseph, meminta agar Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait pelarangan beroperasinya truk sumbu 3 bagi industri saat libur hari-hari besar keagamaan ditinjau kembali. Dia menyarankan agar dibuat pengaturan waktu arus kendaraannya saja secara bergantian.
“Saya pikir setiap liburan panjang, terutama liburan lebaran dan nataru, itu memang terjadi kemacetan yang luar biasa, apalagi dengan keberadaan truk-truk besar di jalan. Maka dari itu, harus ada pengaturan arus atau ruas jalan yang dibagi antara kendaraan pribadi dan truk. Ini untuk menghindari adanya pihak yang dirugikan dengan membuat aturan pelarangan itu,” ujarnya.
Kalau ruas jalan itu memang satu ruas, menurut Willy, pihak Kemenhub bekerjasama dengan Korlantas bisa mengatur waktunya saja secara bergantian.
“Jadi, pada jam-jam tertentu jalan itu diloloskan untuk truk-truk yang membawa bahan baku atau bahan industri, begitu juga dengan kendaraan-kendaraan pribadi untuk para pemudik. Jadi, waktunya diatur secara bergantian untuk menggunakan jalan-jalan tersebut,” katanya.
Jadi, menurut Willy, SKB terkait pelarangan beroperasi truk-truk sumbu 3 saat libur hari-hari besar keagamaan itu perlu ditinjau kembali.
“Saya setuju ini perlu pengaturan kembali atau ditinjau kembali, dan itu atas aspirasi para pengusaha angkutan dan juga pengusaha yang melakukan ekspor impor atau mereka perusahaan yang di bidang pendistribusian,” tukasnya.
Baca Juga: COGAT Israel: Lebih dari 400 Truk Bantuan Kemanusiaan Masuk ke Jalur Gaza
Lanjutnya, para pengusaha harus mengajukan dan mengusulkan secara terbuka ke Kemenhub dan Korlantas bahwa mereka sangat dirugikan dengan adanya aturan pelarangan itu. “Jadi, perlu diatur kembali dengan adanya kesepakatan antara para pengusaha yang dirugikan dengan Kemenhub dan Korlantas,” tegasnya.
Dia juga menyarankan kalaupun disepakati adanya pelarangan terhadap truk-truk sumbu 3 itu, waktunya juga tidak terlalu panjang.
“Pelarangan itu juga jangan terlalu lama waktunya. Cukup mungkin pada H-3 atau H+3 saja, dan bagi para pengusaha juga harus mempersiapkan diri untuk mengatur pendistribusian barangnya saat dilakukan pelarangan tersebut,” ucapnya.
Baca Juga: Kemenhub Setuju Bahas Masalah Truk ODOL Dengan Melibatkan Semua Pemangku Kepentingan
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) berharap pemerintah dan pelaku usaha dapat duduk bersama untuk membahas terkait dengan kebijakan pembatasan operasional truk sumbu 3 yang dilakukan pada setiap hari-hari besar keagamaan.
Sebelumnya, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), Gemilang Tarigan, juga mengatakan keberatan dengan lamanya waktu yang ditetapkan pemerintah terkait pelarangan beroperasi truk sumbu 3 pada saat libur besar keagamaan. Menurutnya, waktu yang terlalu lama ini jelas akan merugikan baik bagi para sopir truk dan juga industri.
“Yang masalah dari peraturan mudik lebaran terkait truk logistik adalah lamanya waktu pelarangan terhadap beroperasinya truk sumbu 3,” katanya.
Menurutnya, dalam membuat aturan tersebut pemerintah juga patut memperhatikan dampaknya terhadap para stakeholder lainnya, salah satunya sopir truk dan keberlangsungan industri.
“Para sopir-sopir truk khususnya yang membawa truk sumbu 3 itu kan juga butuh penghasilan untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga mereka. Kalau waktunya terlalu lama, itu artinya mereka akan berhenti bekerja selama itu dan penghasilan mereka akan hilang,”ujarnya.
Ketua Bidang Perhubungan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Carmelita Hartono mengatakan kebijakan pembatasan operasional truk ini tidak hanya berdampak kepada bisnis pelaku usaha truk, tapi juga bisa merembet kepada kelancaran logistik, kepadatan pelabuhan karena barang tak terangkut, bahkan meningkatnya harga komoditi dan lainnya.
Baca Juga: Isuzu Hadirkan Komponen Filter Bahan Bakar Terbaru untuk Truk Elf NMR
“Untuk itu, kita perlu duduk bersama untuk mendapatkan pandangan yang komprehensif dari seluruh pihak terkait kebijakan ini,” ucapnya.***