DECEMBER 9, 2022
Humaniora

Budayawan Betawi Yahya Andi Saputra: Mantra Bisa Dipakai Seperti Pantun

image
Budayawan Betawi Yahya Andi Saputra dalam diskusi publik bertema "Selayang Pandang Pengarang dan Sastra Betawi" di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, Kamis 6 Juni 2024. (ANTARA)

ORBITINDONESIA.COM - Budayawan Yahya Andi Saputra menyebut, mantra atau jampi berupa teks lisan yang memadukan berbagai bahasa dengan pilihan kata bisa dipakai seseorang untuk memulai sebuah acara untuk mencairkan suasana seperti halnya pantun.

Namun, dia yang tergabung di Lembaga Kebudayaan Betawi itu menekankan mantra dan jampi dapat digunakan asalkan tidak difungsikan sebagaimana dahulu kala yang identik dengan praktik mengusir roh jahat atau ritual perdukunan.

"Saya juga sering kalau diundang (acara) di mana-mana mengawali dengan membaca mantra (jampi), maksudnya bukan untuk sebagaimana dipakai oleh dukun," katanya dalam diskusi publik bertema "Selayang Pandang Pengarang dan Sastra Betawi" di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, Kamis 6 Juni 2024.

Baca Juga: Budayawan Banyumas Ahmad Tohari: Baju Daerah Patut Dijadikan Seragam Sekolah

Menurut Yahya, seperti halnya pantun, mantra atau jampi yang disampaikan ketika seseorang akan memulai acara bisa membantu untuk mencairkan suasana sehingga dia lebih percaya diri sewaktu harus bertutur di depan khalayak.

"Salah satu fungsi pantun itu mencairkan suasana, menjadikan gurih di cita rasa. Begitu juga dengan jampi bisa digunakan, tapi bukan difungsikan sebagaimana dahulu," tutur Yahya.

Dia yang memulai diskusi dengan melafalkan jampi yang dulunya difungsikan sebagai penolak setan itu selama sekitar satu menit mengatakan jampi merupakan salah satu sastra lisan.

Baca Juga: Budayawan Ridwan Saidi Meninggal Dunia Usai Koma, Ini Penyebabnya

"Jampi itu dituturkan oleh tukangnya kalau dia mau difungsikan. Misal saya mau memikat (pelet) A, datang ke rumah B yang kemudian menyampaikan sejumlah persyaratan," ujar Yahya.

Adapun sastra Betawi muncul sejak abad ke-19 dengan pantun dan syair dalam lagu gambang keromong, jampi, dan mantra, kemudian berkembang menjadi tradisi bercerita seperti hikayat, buleng, dan gambang rancak. ***

Sumber: Antara

Berita Terkait