DECEMBER 9, 2022
Nasional

Nurul Ghufron Surati Dewas KPK untuk Respons Pemanggilan Terkait Dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Perilaku

image
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Nurul Ghufron saat menghadiri diskusi terbatas bersama jurnalis Media Center Kabupaten Bekasi dalam rangka Hari Pers Nasional di Hotel Ayola Lippo Cikarang pada Rabu, 9 Februari 2022. (ANTARA/Pradita Kurniawan Syah).

ORBITINDONESIA.COM - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron menyurati Dewan Pengawas (Dewas) lembaga anti rasuah itu, sebagai respons atas pemanggilan dirinya menyangkut dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku, sebagaimana isi surat panggilan Dewas sebelumnya.

"Hari ini saya diminta hadir di ruang sidang etik, lantai 6 Gedung KPK sebagaimana isi surat dewan pengawas nomor 12/Dewas/Etik/Spgl/04/2024 tertanggal 26 April. Saya sampaikan permohonan maaf belum dapat menghadiri agenda sidang tersebut," kata Nurul Ghufron di Cikarang, Kamis malam, 2 Mei 2024.

Nurul Ghufron mengatakan, alasan tidak dapat menghadiri agenda sidang dimaksud adalah untuk mewujudkan kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan bagi KPK serta Bangsa Indonesia secara umum, berdasarkan sejumlah dasar hukum sekaligus meminta penundaan sampai ada putusan pengadilan.

Baca Juga: Petugas KPK Bawa Alat Hitung Uang Ketika Geledah Rumah Hanan Supangkat di Kembangan Jakarta Barat

Dasar hukum tersebut antara lain Undang-Undang Mahkamah Agung 14/1985 dalam Pasal 2 yang menyatakan Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain dalam melaksanakan tugas.

Norma ini memberi landasan bahwa Indonesia sebagai negara hukum memberikan wewenang tertinggi dalam penyelesaian sengketa kepada Mahkamah Agung dan jajarannya, dalam hal ini pengadilan.

"Oleh karena itu akan menjadi tidak berkepastian hukum jika suatu sengketa sedang dalam pemeriksaan dan diadili oleh pengadilan, diadili juga oleh lembaga negara lainnya," katanya.

Baca Juga: Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri: Korupsi di PT Taspen Rugikan Negara Ratusan Miliar Rupiah

Kemudian Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 93/PUU-XV/2017 Pasal 55 Undang-Undang (UU) MK sebagaimana telah diubah dengan UU 8/2011 tentang perubahan atas UU 24/2003 tentang MK, yang mengabulkan permohonan menjadi pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU yang sedang dilakukan Mahkamah Agung ditunda pemeriksaannya.

Mendasari putusan MK tersebut, bahwa ketentuan yang mendasari pemeriksaan sidang etik ini sedang diajukan uji materi ke Mahkamah Agung, sehingga secara hukum semestinya penerapan norma yang sedang diuji tersebut ditunda sampai ada putusan Mahkamah Agung.

Pada pasal 7 ayat 2 UU Administrasi Pemerintahan menyatakan pejabat pemerintahan memiliki kewajiban mematuhi AUPB dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan norma itu, sebagai insan KPK dan pejabat pemerintahan memiliki kewajiban hukum mematuhi peraturan perundang-undangan.

Baca Juga: Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo Laporkan Dugaan Kecurangan Pemilu DPD ke Bawaslu

"Jika dalam waktu sama dihadapkan pada kewajiban hukum yang sama, tentu mempertimbangkan prioritas kepatuhan tersebut berdasarkan hirarki perundangan dalam hal ini penegak kode etik didasarkan pada peraturan dewas sementara penegakan hukum peradilan Tata Usaha Negara berdasarkan undang-undang," katanya.

Halaman:
1
2
Sumber: Antara

Berita Terkait