DECEMBER 9, 2022
Puisi

Puisi Muhammad Solihin Oken: Bagaimana Kusapa Hujan Pagi Ini

image
Muhammad Solihin Oken (foto: koleksi pribadi)

ORBITINDONESIA.COM - Bagaimana kusapa hujan pagi ini

dingin yang mengerjap pada riyap-riyap rindu kau punya

darah yang mengalir ke pusat jantung  dan nadi gejolak hasrat yang tertahan di ruang-ruang

kau tahu berapa jarak hujan ke waktu?

Aku membolak-balik kertas-kertas dan selalu terselip namamu di sana

kadang waktu seperti barisan kenangan saat menyebut namamu

memanggilnya dalam tetes hujan yang lewat tubuhmu terasa dingin saat tak kau sahut panggilanku

angin yang menerpa kaca jendela seakan membuyarkan lamunan tentang rindu dan waktu

kata tinggal hampa dan bahasa- rumput-rumput kering tak tahu arti hujan

Aku ingin mendengar suara embun yang lewat  dari suaramu

di mana pagi tak lagi keping-keping hasrat tinggi mendaki dan lantas kita lupakan

daun-daun cemara yang lebar berdiri samar menatap rindu kita pada bayang kaca jendela di sana

Di ketidakpastian  daun-daun lama berganti daun-daun baru

menjalar musim ke sisimu ke sisiku- putik bunga yang mulai rekah membawa

pandang kita kepada ruang bertanya tentang suatu yang kosong dan berisi 

dan nilai yang kau beri dari tiap makna- tersembunyi- 

sembunyi di tetes-tetes hujan pagi itu yang rawan dari pandang mata kekasih;-

kekasih yang jauh dan selalu datang  sejenak menuliskan

namanya di kertas-kertas yang terserak di meja kerjamu

tuk menandai kerinduan pada jalan-jalan

sepi pada kata yang sanggup mengucapkan

sinar ke matamu, dan kau tunggu sejak kemarin;  

tubuhmu basah menikmati tetes-tetes hujan yang mengalir dari mata kekasih,

berkata : bagaimana kusapa hujan pagi ini

Putik bunga itu penanda awal kasih-sebentuk danau yang jauh menanti

kerinduan tetes-tetes hujan di sana

rumput-rumput kering dibuai mimpi

angin aroma musim yang melintas dari lembah dan bukit karang dan kau

menyalaminya sebagai nyala waktu pada barisan warna: merah jingga kuning

hijau biru nila ungu- langit yang tak npernah bosan memainkan warna-warna hidupmu

Aku baru mendengar suara hujan itu saat ku buka halaman-halaman novel-

tepat kau habiskan waktu di dalamnya, dan gelisah akan nasib cerita yang sekarat?

Teknologi mesin kata telah mengambil mimpi pengarang atas waktu dan cerita-

kata menata kalimat menjemput paragraph menyusun keeping-keping waktu cerita yang sekarat.

Sekerat daging sirloin menunggu di meja makan untuk kau kunyah; dan tubuh perawan itu tinggal pada potongan

dan irisan-irisan steak sirloin dalam mimpi cerita yang lain

Apa yang terpikir mesin kata atas waktu? Katamu menjungkir balikkan cerita sekarat

Apa yang terpikir mesin kata atas waktu? Katanya biru kata yang melampaui mitos waktu

Apa yang terpikir mesin kata atas waktu? Simposium tubuh cerita pada cerita sekarat dan mimpi pengarang yang ntah

Terpikir untuk masuk ke dalam cerita sekarat dan mesin kata menimbang-nimbang  waktu ke belum

dan sudah menyantap irisan-irisan daging sirloin pada tubuh perawan yang tinggal bayang mesin berkata:

bagaimana kusapa hujan pagi ini

Di ujung  gerimis itu ada mata waktu yang memandang ke arahmu

ke arahku – tatapan tajam dingin menyusup ke dinding-dinding dan halaman kosong

Mata waktu mengerjap ke sisi ruang sejarah dan bahasa-

ke halaman-halaman novel tak terbaca

Bahasa yang berpijak atas puisi dan prosa adalah sejarah kata-kata dan belum berpeta

Sebuah jarak menatap hujan dan dirimu waktu tak kau jumpa dia di sana

Rindu menjelma kata menjelma ruang hujan bayang waktu tak kau jumpa dia di sana

Detik pada momen kata itu tiada rindu- ruang pudar dan ketidakpastian waktu tak kau jumpa dia di sana?

Jarak yang dilipatnya kemarin meneguhkan rindu- waktu dan ruang kata yang kau telusuri maknanya

terasa lengang kian bergoyang

api yang merah salju yang putih

kursi yang tak nyaman lagi untuk bersandar

Dan hujan tiba atap bocor

menggenang rindu di bawah lantai

meja kerja berkata: bagaimana kusapa hujan pagi ini

Nafas yang panjang dan kau abadikan atas jantung bulan-  nafas hujan jauh menatap halaman

Halaman-halaman novel yang pergi 

kau cari bayang di sana pada rindu dan renda hujan; kau selipkan ia di atas

baju hujan sebelum berangkat membayangkan peri-peri cantik membawamu ke pesta kematian

Sepanjang perjalanan tinggal ntah;

kau hirup udara dan aroma dingin yang beku dari kata hujan dan kematian

Percakapan dan pertemuan melintas di sisi orang-orang di sebrang

Aku dan waktu tinggal barisan kenangan yang lupa lesatkan arah panah ke jantung matahari, tubuh sejati berkata: bagaimana kusapa hujan pagi ini

Ranggas waktu tuangkan sunyi ruas-ruas akar pohon kapuk lama mengucap rindu ke sisi taman: berapa jarak rindu ke hujan?

Musim dan kembang-kembang kapuk gugur sunyi sungai jauh pergi mimpi bulan malam hari- aku tersedak

di antara rindu yang ganas dan kata yang hilang di halaman-halaman novel- dan belum berpeta

Di atas kitab yang belum kutulis itu menggerincing sinar bola mata dan tatapan halus yang mungkin kau kenal-

bola-bola mata yang keluar mengabadikan waktu tuk siasati cerita

Cerita-cerita datang dan pergi- tokoh-tokoh datang dan pergi dan tak muda lagi seakan serbuk sari

dianginkan waktu disusuk lingga kembang cerita ke ruang-ruang novel membuatmu tersesat di dalam

dan tak dapat keluar

Mungkin tubuh dan waktu menyiasatinya? Labirin yang dalam dan semakin dalam- kau robek-robek

tubuh d dalam ruang sendiri berkata: bagaimana kusapa hujan pagi ini

Setinggi jalan tinggal sepi dan semakin sepi kata bawakan jalan kepadamu kepadaku

Arus pada gelombang telah terkunci dan laut mati: dimana ombak hidup, ikan-ikan hidup!

Air laut uap asin matahari bersin angin menyapa awan: bagaimana kusapa hujan pagi ini

Kau masih membacanya- mengulang-ulangnya kembali di tengah musim yang lewat

ceritamu tercetak di antara musim dan rindu perubahan

perempuan yang memakai kimono dan mendudukkan diri pada senyap, seakan perempuan tak boleh banyak cakap.

Cerita yang jatuh ke mesin kata?

Mengulang-ulang membacanya lebih seratus kali- seakan ada yang tertinggal di sana.  Apa yang kau rasa?

Apa yang ku rasa? Apa yang mesin kata rasa? Waktu dan detik yang lewat dari ceritamu adakah terpahat pada mesin kata?

Jalan dan hujan salju kereta yang tertambat pada sisa badai salju kemarin dan suara masinis yang memanggil-manggil ke sebrang

Bila langit tak lagi bawakan warna

burung-burung tak bawakan suara

tinggal awan kelabu angin menyibak dahan reranting cemara berkata:

bagaimana kusapa hujan pagi ini

Di pagi yang asing itu kau temui hujan tanpa angin: Hujan Bulan Juni

hujan yang datang dengan segenap rahasia kata yang menetes kerinduan hujan bulan juni

Kemarau yang jauh naik ke pintu langit membuka mirai-tirai mega menatap

sukma menghalau musim yang lelah

menghimpun butir-butir ketiadaan kata rindu dan cemas; pada akar-akar pohon itu menyusup doa dalam kerahasiaan

Kata dan kerahasiaan itu kau letakkan di atas mesin kata? Waktu jalan dan hujan jatuh di sudut, berkata:

bagaimana kusapa hujan pagi ini

Di halaman-halaman yang panjang ceritamu melingkar seperti sebuah cincin- lingkaran tak berpusat

hanya sebuah lubang cincin membawa kekosongan- dari yang ada dan tak ada

dari yang mungkin dan tak mungkin-kemungkinan adalah dasar sebuah Logika cerita

Kemungkinan untuk datang sebagaimana kemungkinan untuk pergi- sebentuk keniscayaan

datang kepada  percakapan dan pergi kepada cerita

rindu percakapan di dalam ruang

hujan bawakan kata dan waktu

tinggalkan kenangan dan cerita,

dan mesin kata?

Cerita keluar dari mesin kata- hujan angin kabut tak bertemu warna-warna langit dan daratan tak ada nafas kesunyian di sana- tinggal gelembung dan bola-bola berhamburan di dalam roda waktu

mesin kata: bagaimana kusapa hujan pagi ini

Kesendirian makin sulit ku bendung

terutama saat matahari pagi menyingkap rupa pohon-pohon bakau di seberang laut yang menyirukan biru nafas

kembang ke hutan-hutan hujan tropis tak bernama

Kata-kata hampir pasti: Mati

tapi penulis tak pernah mati, bukan?

Menulis untuk hidup, hidup di atas kematian- bahasa orang ramai

kesendirian terseok-seok dan robek mencari makna mimpi dan kematian hutan bahasa sendiri

Atap langit-langit yang bocor pada ruang kerja suara hujan dan angin

mengeras huruf-huruf hujan yang jatuh menetes menggenang mengalir ke mesin

kata di luar, berkata: bagaimana kusapa hujan pagi ini

Aku tak tahu bagaimana mencintaimu sebagaimana aku tak tahu mencintai hujan

dan bunga-bunga- mungkin, perahu nuh itu

di buat atas waktu dan hujan. Sedang bunga-bunga?

Dia telah jatuhkan matahari di sudut, dan nafas langit benamkan rinduku pada biru laut asing: aku telah sampai

tapi cintamu tak pernah tiba

Di laut jauh masih sempat kutulis namamu

di sana tarian ganggang kerang dan tripang

hidupkan mimpi kita pada kamar- selembar daun rekat ke tubuh camar

Waktu langit merkah- matahari mana menata pikirmu? Ada bulan kembar susupi malam

bintang-bintang terbakar api bintang tinggi mencakar

Kabut yang luput beringsut pergi pada bulan mengekor orang ramai

tinggal tanya: mana bidadari ini malam dada nan halus bawa berlari kataku

 tegak sampai tak ada hujan yang anu lagi ***

 

 

 

 

 

 

 

Berita Terkait