Novel Merahnya Merah Karya Iwan Simatupang yang Filosofis
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Sabtu, 10 Februari 2024 09:07 WIB
ORBITINDONESIA.COM - “Sebelum revolusi, dia calon rahib. Selama revolusi, dia komandan kompi. Di akhir revolusi, dia algojo pemancung kepala pengkhianat – pengkhianat tertangkap. Sesudah revolusi, dia masuk rumah sakit jiwa.”
Paragraph pembuka yang menarik, padat dan kuat, yang mengantarkan kita pada kehidupan yang dijalani ‘Tokoh Kita’, yaitu: gelandangan. Gelandangan sebagai pilihan.
Persoalan mulai muncul, ketika Fifi, gadis kecil yang diselamatkannya, jatuh cinta padanya. Dengan tubuhnya Fifi bekerja keras mengumpulkan uang untuk membiayai pernikahan mereka, membeli perabot rumah tangga dan modal untuk berdagang kecil – kecilan.
Baca Juga: Agatha Christie, Penulis Novel Misteri Terbesar Sepanjang Masa
‘Tokoh Kita’ menjadi resah dan gelisah, karena cinta Fifi adalah cinta yang murni dan tulus.
Persoalan sebenarnya terjadi ketika Fifi hilang. ‘Tokoh kita’ yang sudah kehilangan borok di kakinya, karena mau menerima obat dan perawatan yang diberikan Kepala Rumah Sakit Tentara – yang dulu adalah ajudannya, jadi kelimpungan.
Persoalan makin memuncak, karena Maria, sahabat ‘Tokoh Kita’, yang merupakan tetua dan sokoguru perkampungan kaum gelandangan, yang mengerahkan semua orang untuk mencari Fifi, justru ikut hilang.
Baca Juga: Hendrajit: Membaca Ulang Novel The Great Gatsby
Terpaksalah ‘Tokoh Kita’ minta bantuan teman–temannya, terutama teman–temannya di masa revolusi. Juga temannya yang sudah menjadi panglima militer atau pangdam.
Pangdam pun meminta bantuan pangdak (kepolisian). Maka seluruh daerah pun ribut, apalagi ketika koran–koran ikut memberitakan hilangnya gelandangan - gelandangan itu, dengan huruf–huruf segede gajah. Gelandangan, manusia tak berketentuan dan tak jelas asal – usulnya, menjadi berita besar!
Tapi Pak Centeng, ketua ‘keamanan’ kampung gelandangan, yang pusing dan limbung jika mendengarkan orang berbicara dengan kalimat – kalimat yang panjang, justru menuduh: semua kekacauan ini terjadi karena ulah ‘Tokoh Kita’.
Baca Juga: Hendrajit: Perempuan Batu, Novel Karya Tariq Ali yang Memikat
Novel yang menarik. Banyak membicarakan filsafat atau falsafah hidup, dengan Bahasa yang jenih.
Novel MERAHNYA MERAH karya IWAN SIMATUPANG ini mendapat Hadiah Seni untuk Satra Tahun 1970 dari Departemen P & K (Pendidikan dan Kebudayaan).
Iwan menulis novel ini ketika dia tinggal di Hotel Salak – Bogor. Karena lamanya tinggal di hotel itu, Iwan Simatupang sering juga disebut sebagai ‘manusia hotel’. Ada yang mengatakan bahwa Iwan tinggal di hotel itu selama 4 tahun, tapi ada juga yang mengatakan 9 tahun.
Baca Juga: Hendrajit tentang Novel John Grisham yang Berkisah Soal Pengacara
Selain menulis novel, Iwan Simatupang banyak menulis cerpen dan naskah drama.
Menurut Jim Lim Adhilimas, Iwan Simatupanglah yang menghubungkan STB (Studiklub Teater Bandung) dengan ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia) Jakarta (Usmar Ismail, Asrul Sani, D. Djayakusuma, Steve Lim /Teguh Karya).
(Dikutip dari akun FB Ari Nurtanio) ***