Tulisan Ganjar Pranowo di Majalah Internasional The Economist, 7 Februari 2024
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Kamis, 08 Februari 2024 13:20 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Pengantar: Ganjar Pranowo adalah kandidat presiden dari aliansi pimpinan PDIP dalam pemilihan presiden Indonesia. Ia menjabat Gubernur Jawa Tengah pada 2013 hingga 2023. Majalah The Economist mengundang ketiga calon presiden dalam Pilpres 2024 untuk menulis esai tamu.
Namun The Economist tidak menerima masukan dari Prabowo Subianto dari Koalisi Indonesia Maju atau Anies Baswedan dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan.
Di bawah ini adalah tulisan Ganjar Pranowo di The Economist, yang dimuat utuh dan diterjemahkan dari edisi asli English ke Bahasa Indonesia oleh redaktur OrbitIndonesia.com. Silakan pembaca menikmatinya:
Sukarno, presiden pertama Indonesia, memandang kemerdekaan sebagai “jembatan emas” menuju perekonomian maju dan masyarakat sejahtera.
Cita-cita nasional adalah mewujudkan tujuan-tujuan tersebut pada tahun 2045, ketika negara ini merayakan ulang tahun keseratus kemerdekaannya. Namun, perjalanan tersebut tidaklah mudah dan akan terus dipenuhi tantangan yang sangat besar.
Tantangan yang paling nyata adalah krisis iklim. Hal ini menimbulkan ancaman serius terhadap perekonomian global, mempengaruhi geopolitik, melemahkan komunitas maritim dan mengancam penghidupan masyarakat adat.
Pada saat yang sama, dunia sedang mencoba bergulat dengan kebangkitan kecerdasan buatan. Kita belum mengetahui apakah AI akan memperbaiki kehidupan atau memperburuk kesenjangan sosial.
Tantangan-tantangan ini cukup sulit untuk diatasi, bahkan tanpa adanya persaingan dengan negara-negara besar. Amerika dan Tiongkok terjebak dalam persaingan strategis yang dapat menggagalkan pencapaian globalisasi.
Setelah tiga dekade tatanan perdagangan global yang dipimpin oleh AS, proteksionisme kini meningkat: jumlah pembatasan sepihak yang diberlakukan oleh negara-negara terhadap perdagangan dan investasi internasional meningkat empat kali lipat antara tahun 2017 dan 2022, menjadi lebih dari 2.600, menurut Global Trade Alert, sebuah penyedia data.
Geopolitik terfragmentasi ketika dua kekuatan besar bersaing untuk mendapatkan pengaruh dan berupaya membangun koalisi. Kita hanya bisa berharap persaingan strategis ini tidak berujung pada perang.