Tentara Azerbaijan Menyerang Wilayah Nagorno Karabakh Sebagai Ancaman Perang Baru Kepada Armenia
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Rabu, 20 September 2023 19:17 WIB
ORBITINDONESIA.COM – Azerbaijan mengerahkan pasukannya untuk menyerang wilayah Nagorno Karabakh yang saat ini masih dibawah kekuasaan Armenia.
Serangan yang didukung dengan artileri ini merupakan sinyal perang dari Azerbaijan kepada Armenia dan akan terus berlanjut.
Pasukan Azerbaijan juga memberikan sinyal peringatan kepada pasukan Armenia bahwa serangan tersebut tidak akan berhenti sampai Armenia menyerah.
Baca Juga: Wow! Venezuela Bekerja Sama dengan China Kirim Astronot Mereka ke Bulan
Serangan ini terjadi pada hari Selasa 19 September 2023 dan terjadi di wilayah etnis Armenia yang berada di negara Azerbaijan.
Serangan tersebut juga meningkatkan ancaman perang kedua belah pihak, apalagi terjadinya di daerah rawan konflik sejak runtuhnya Uni Soviet.
Nagorno-Karabakh sebenarnya merupakan wilayah milik Azerbaijan secara resmi, tetapi sebagian wilayahnya saat ini dikuasai oleh otoritas separatis Armenia.
Baca Juga: Arab Saudi, Negeri yang Tergila tentang Investasi
Otoritas separati Armenia menganggap bahwa wilayah dengan populasi 120.000 jiwa tersebut merupakan tanah air dari leluhurnya.
Tentara dari Baku, ibukota Azerbaijan, mengatakan bahwa serangan ini disebut sebagai operasi anti-teroris.
Serangan tersebut dilancarkan hanya beberapa jam setelah empat orang tentara dan dua orang warga sipil terbunuh oleh sebuah ranjau darat yang diduga ditanam oleh penyabot dari Armenia.
Baca Juga: Seorang Jurnalis Klaim Temukan Tubuh Alien, Legislator Meksiko Gerak Cepat Gelar Sidang Terbuka
Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan bahwa serangan tersebut dilakukan dengan membawa misi khusus.
Misi tersebut utamanya adalah untuk melucuti senjata dan mengamankan penarikan formasi angkatan bersenjata Armenia di wilayah tersebut, serta menetralisir infrastruktur militer Armenia.
Sejak hari Selasa, pasukan Azerbaijan sudah berhasil menyita 60 pos militer dan melumpuhkan 20 kendaraan militer beserta perangkat keras lainnya.
Baca Juga: Ketiga Kalinya dalam Setahun, Gunung Kilauea di Hawaii Meletus
Kementerian Luar Negeri Armenia mengutuk serangan yang dilakukan Azerbaijan karena dianggap serangan tersebut adalah untuk memusnahkan etnis Armenia di wilayah tersebut.
"Azerbaijan melancarkan agresi skala besar terhadap masyarakat Nagorno-Karabakh, yang bertujuan untuk menyelesaikan kebijakan pembersihan etnis," kata badan tersebut dikutip Orbitindonesia.com dari Aljazeera 20 September 2023.
Sampai berita ini terbit, masih belum diketahui seberapa banyak korban tewas atau luka-luka akibat serangan militer tersebut.
Baca Juga: Mengenal Biara Kuno Meteora, Peninggalan Sejarah Kristen Ortodoks yang Berusia 2000 Tahun
Seorang pejabat HAM separatis Armenia di wilayah tersebut yang memisahkan diri mengatakan bahwa sudah ada paling tidak 25 orang korban tewas akibat serangan ini.
Korban tewas tersebut, dua diantaranya merupakan warga sipil. Sementara Azerbaijan sampai saat ini masih belum mengkonfirmasi klaim tersebut.
Penasihat Kebijakan Luar Negeri untuk Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, mengatakan serangan tersebut memiliki tujuan yang jelas.
Baca Juga: India Menjadi Bharat, Apakah Nama Indonesia Perlu Diganti Juga
"Baku telah meluncurkan langkah-langkah kontra terorisme lokal namun terbatas yang bertujuan untuk menyerang sasaran militer," kata Aliyev dikutip Orbitindonesia.com dari Aljazeera 20 September 2023.
Dia juga mengatakan bahwa meskipun agresi ini menggunakan senjata yang memiliki presisi tinggi, kerusakan tambahan tidak dapat dihindarkan.
Hal itu dikarenakan banyak sekali warga sipil yang dijadikan sebagai "perisai manusia" oleh separatis Armenia di wilayah tersebut.
Baca Juga: Perang dan Kehancuran Total, Hasil Model Eskalasi Konflik Pakar Austria, Friedrich Glasl
"Kami menyerukan kepada semua warga sipil untuk mengambil jarak aman dari sasaran militer," katanya.
Pemerintahan Kepresidenan mengatakan bahwa Azerbaijan akan terus melancarkan operasi ini sampai akhir.
Operasi ini hanya akan berakhir apabila unit militer Armenia memutuskan untuk menyerah dan menyerahkan seluruh senjata yang mereka miliki.
Baca Juga: AS Berniat Lakukan Color Revolution atau Revolusi Warna di Indonesia, Apa Maksudnya
Nagorno-Karabakh dan beberapa wilayah yang ada di sekitarnya saat ini berada dibawah kendali pasukan etnis Armenia sejak perang etnis berakhir pada 1994.
Sementara Azerbaijan sudah mendapatkan kembali wilayah Nagorno-Karabakh melalui pertempuran yang terjadi pada tahun 2020.
Armenia mengatakan bahwa angkatan bersenjatanya saat ini sudah tidak berada di wilayah tersebut dan situasi di perbatasan mereka dengan Azerbaijan masih kondusif.
Baca Juga: Indonesia dan BRICS: Dari Tepian ke Pusat Panggung Dunia
Mereka kemudian meminta kepada Dewan Keamanan PBB untuk membantu dan meminta kepada pasukan yang menjaga perdamaian Rusia untuk membantu mereka.
Sementara di Ibukota Armenia, Yerevan, para warga berunjuk rasa menuntut Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan, untuk mundur dari jabatannya.
Para demonstran mengecam cara yang dilakukan oleh Pashinyan dalam menangani krisis di Nagorno-Karabakh.
Baca Juga: Dewan Hak Asasi Manusia PBB Bahas Penistaan Al Quran
Demonstrasi tersebut terjadi setelah Pashinyan menyerukan untuk melakukan kudeta setelah Azerbaijan melancarkan operasi militer.
Dewan Keamanan Armenia menyerukan tanda bahaya nyata kekacauan massa di Republik Armenia setelah kerusuhan tersebut terjadi.
Juru Bicara Rusia, Kremlin Dmitry Peskov, mengatakan bahwa Rusia sudah menghubungi kedua belah pihak untuk mendesak perundingan baru.
Baca Juga: Pengalaman Saya Solat di Masjid Kobe, Masjid Tertua di Jepang
Kota Moskov juga sedang berusaha mempertahankan pengaruh yang lebih besar dari Turki yang menyatakan mendukung Azerbaijan.
Kementerian Luar Negeri Turki menyatakan bahwa mereka membela Baku, dengan mengatakan bahwa Azerbaijan terpaksa mengambil tindakan tersebut di wilayah kedaulatannya.
Tindakan militer tersebut dilakukan setelah kekhawatiran Azerbaijan tidak kunjung teratasi pasca konflik dengan Armenia di tahun 2020 lalu.
Baca Juga: Ivo Mateus Goncalves: Duit dan Politik Elektoral di Bolivia, Venezuela dan Nikaragua
Direktur Program Seluruh Eropa di Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa, Marie Dumoulin, mengatakan bahwa operasi ini memiliki dampak pada politik di Armenia.
"Apakah Rusia sekarang mampu memediasi gencatan senjata baru masih harus dilihat." kata Dumoulin dikutip Orbitindonesia.com dari Aljazeera 20 September 2023.
Dumoulin juga mengatakan, "Hal ini mungkin akan menimbulkan dampak politik yang besar bagi pemerintah Armenia."
Pasukan penjaga perdamaian Moskov yang dikirim ke wilayah tersebut tidak dapat menahan tindakan militer Azerbaijan sejak tahun 2020.
Aktivitas mereka sebagian besar diblokir sejak bulan Desember setelah orang-orang Armenia dituduh menyelundupkan senjata dan mengekstrak sumber daya secara ilegal.
Sementara Armenia menuduh Azerbaijan telah memblokade wilayah tersebut sehingga menyebabkan penduduk di sana kekurangan pangan yang parah.
Armenia juga menuduh Azerbaijan berniat melakukan genosida terhadap mereka melalui bencana kelaparan.
Armenia juga menuduh Moskov terlalu sibuk dengan perang di Ukraina sehingga tugas mereka untuk melindungi Armenia di Karabakh gagal dilaksanakan.
Amerika Serikat mengatakan bahwa pihaknya saat ini sedang melakukan diplomasi terhadap krisis yang dianggap sebagai gejolak yang berbahaya ini.
Baca Juga: Wah, Arkeolog Turki Mengidentifikasi Bangunan Besar di Bawah Kastil Peninggalan Romawi Kuno
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Anthony Blinken, kemungkinan besar juga akan ikut menangani krisis ini dalam waktu 24 jam kedepan.
Uni Eropa, Perancis, dan Jerman mengutuk operasi militer Azerbaijan dan menyerukan untuk melakukan diplomasi kembali terhadap masa depan wilayah tersebut.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell, mengatakan bahwa pihak Brussel tetap akan memberikan fasilitas penuh terhadap dialog yang akan dilakukan.
Baca Juga: Enam Kali Jadi Tuan Rumah Begini Sejarah KTT ASEAN di Indonesia, Lengkap dengan Hasil Pertemuannya
"Eskalasi militer ini tidak boleh dijadikan alasan untuk memaksa eksodus penduduk lokal, kata Borrel dikutip Orbitindonesia.com dari Aljazeera 20 September 2023.
Presiden Perancis, Emmanuel Macron, mendesak kedua belah pihak untuk melakukan diskusi agar Armenia dan Azerbaijan bisa kembali damai.
Macron juga menyerukan agar Azerbaijan segera menghentikan serangan militernya kepada Armenia di wilayah tersebut.
Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Bareback, mengatakan bahwa Azerbaijan telah mengingkari janjinya untuk tidak melakukan tindakan militer di Karabakh.
"Azerbaijan harus segera menghentikan penembakan dan kembali ke meja perundingan," kata Bareback dikutip Orbitindonesia.com dari Aljazeera 20 September 2023.***