Henry Yosodiningrat: KPK Berwenang Tetapkan Tersangka pada TNI Aktif
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 04 Agustus 2023 07:34 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Pengacara senior yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Nasional Anti Narkotika (DPP GRANAT) Prof. Henry Yosodiningrat menyebutkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berwenang menetapkan anggota TNI sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi di Basarnas.
“KPK berwenang untuk menetapkan seorang Anggota TNI sebagai tersangka karena diduga telah melakukan tindak pidana korupsi, dan melalui peradilan umum untuk memeriksa dan mengadili perkara korupsi yang diduga dilakukan oleh Anggota TNI aktif," kata Henry ketika dihubungi, Kamis 3 Agustus 2023 seperti dikutip dari gesuri.id.
Henry tidak sependapat dengan beberapa ahli hukum pidana yang menyebutkan KPK menyalahi aturan, bahkan ia juga tidak sependapat dengan Menkopolhukam Prof. Mahfud MD.
Baca Juga: Pengacara Irjen Teddy Minahasa, Henry Yosodiningrat Mendadak Mundur
"Saya berpendapat bahwa Pengadilan Militer tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Anggota TNI khususnya dalam hal ini kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek di Basarnas," kata Henry.
Ia menjelaskan beberapa alasan KPK berwenang menetapkan anggota TNI aktif, di antaranya: sesuai Kewenangannya di Pasal 6 huruf c Jo. Pasal 8 Ayat (2) Jo. Pasal 11 huruf a UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK, yang menyangkut tugas, wewenang dan kewajiban KPK, harus diartikan bahwa KPK bertugas untuk melakukan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi, KPK juga berwenang melakukan Pengawasan, Penelitian atau Penelaahan terhadap Instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan Tipikor.
"Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, KPK berwenang melakukan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan tindak pidana korupsi yang melibatkan penyelenggara negara atau yang dilakukan oleh penyelenggara negara, tanpa kecuali dan/atau tidak ada pengecualian terhadap anggota TNI," kata Henry.
Lebih lanjut disampaikan dia, menurut hukum, dalam melakukan penyidikan “Penyidik berwenang untuk menetapkan seseoarang sebagai Tersangka, bahkan berwenang melakukan penahanan terhadap Tersangka berdasarkan ketentuan Pasal 21 KUHAP”.
"Sementara itu, aturan tentang kewenangan Peradilan Umum, dalam kasus dugaan tipikor yang diduga dilakukan oleh Anggota TNI (dalam hal ini kasus suap pada proyek Basarnas), titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana itu terletak pada kepentingan umum, maka perkara pidana itu harus diadili oleh peradilan dalam lingkungan peradilan umum," imbuhnya.
Henry menambahkan, hal itu tidak berlaku, kecuali titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan pidana militer, maka perkara pidana itu harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
"Hal tersebut secara tegas diatur dalam ketentuan Pasal 91 KUHAP. Bahwa oleh karena dalam perkara proyek Basarnas titik berat kerugiannya yang ditimbulkan akibat tindak pidana korupsi itu adalah menimbulkan kerugian bagi kepentingan umum, maka perkara itu Demi Hukum harus diadili oleh peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum," tuturnya.
Henry yang juga Politisi PDI Perjuangan itu menyebutkan, tindak pidana korupsi adalah pelanggaran terhadap hukum pidana umum dan/atau bukan merupakan pelanggaran terhadap hukum militer.
"Oleh karenanya menurut hukum berdasarkan ketentuan Pasal 4 Huruf a TAP MPR RI No. VII/MPR/2000 tanggal 18 Agustus 2000 tentang Peran TNI dan POLRI, tertulis dan saya kutip sebagai berikut : “Prajurit Tentara Nasional Indonesia tunduk kepada kekuasaan Peradilan Militer dalam hal pelanggaran hukum militer dan tunduk kepada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran pidana umum," ujarnya.
Oleh karenanya, Henry menegaskan, tindakan KPK yang meminta maaf kepada TNI terkait hal dimaksud adalah merupakan tindakan yang tidak seharusnya dilakukan. "Kalau tidak boleh saya katakan merupakan tindakan yang berlebihan," kata Henry. ***