Karena Izin Praktik IDI yang Berbelit, Banyak Dokter Terpaksa Menggunakan Calo
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 30 Juni 2023 11:50 WIB
Jadi digambarkan di sana, seorang dokter harus mengumpulkan ratusan satuan kredit profesi (SKP) supaya bisa mendapatkan rekomendasi dari IDI. Nah karena itu, seorang dokter harus mengumpulkan SKP dari kegiatan klinis maupun non-klinis, seperti pengabdian masyarakat, penelitian, dan seminar.
Jadi si dokter ini dinilai bukan saja dari kemampuannya menangani pasien, tapi juga harus ikut seminar di banyak tempat atau harus bikin penelitian yang menyita banyak waktu.
Para dokter di kota-kota besar lebih mudah memenuhi persyaratan ini karena kan soal akses dan biaya. Seminar-seminar Kesehatan tapi lebih banyak dilakukan di kota-kota besar.
Karena itu para dokter di daerah harus mengeluarkan biaya yang ekstra. Mereka terpaksa terbang untuk bisa mengikuti dan biayanya kan tidak murah. Isi seminarnya sendiri jadi tak penting. Yang penting para dokter mendapat sertifikat keikutsertaan.
Karena kesulitan itulah, banyak dokter yang akhirnya memilih menggunakan jasa calo. Tuntutan ini semakin besar kalau seseorang dokter mau jadi spesialis. Ini menjadi persoalan serius karena Indonesia masih kekurangan 30.000 dokter spesialis.
Seorang dokter spesialis harus memiliki surat yang namanya Surat Tanda Registrasi. Masalahnya STR ini harus diperbarui setiap lima tahun sekali. Pengurusan STR rumit karena persyaratannya sungguh banyak.
Si dokter harus mencatat dan mengunggah data sertifikat simposium dan seminar, jumlah pasien, penelitian serta kegiatan sosial yang dilakukannya. Pengurusannya bisa memakan waktu berbulan-bulan. Padahal sang dokter spesialis sudah sibuk kan dengan kegiatan prakteknya yang kadang bukan cuma di satu tempat.
Baca Juga: Waspada 7 Dampak Mengejutkan dari Perselingkuhan Orang Tua Terhadap Perkembangan dan Psikologis Anak
Dalam RUU Kesehatan, kerumitan ini berusaha dicegah. Dalam RUU Kesehatan, STR diberlakukan sekali seumur hidup. Tapi lagi-lagi, organisasi profesi seperti IDI menolak ketentuan itu. Ini semua tentu disayangkan.