DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Agama Memanusiakan Manusia: Tanggapan terhadap Pemikiran Denny JA tentang Agama Menjadi Warisan Kultural

image
Musdah Mulia

Karya tulis Denny JA menyinggung berbagai isu keagamaan kontemporer yang sangat luas. Namun begitu, tidak sulit menemukan benang merah yang mengikat satu isu dan lainnya, yakni isu kemanusiaan.

Dimulai dengan bab tentang iman berbasis riset. Bagian ini menelaah sejumlah hasil riset yang akan menentukan apakah kita akan tetap beriman atau tidak?

Keimanan yang dibangun berdasarkan kesadaran penuh sebagai manusia bebas itulah yang membuat keberimanan kita menjadi bermakna. Itulah yang dinamakan iman berbasis riset.

Agama hanya akan menjadi fungsional dalam kehidupan, jika keberagamaan manusia didasarkan pada pilihan kritis dan rasional. Sebab, jika manusia beragama karena takut neraka, terpaksa atau ikut-ikutan sebagai sebuah life style, maka keberagamaannya itu tak akan membawa manfaat, baik bagi dirinya apalagi bagi orang lain.

Saya sangat meyakini bahwa kemanusiaan adalah unsur yang amat esensial dalam beragama.

Agama dihadirkan sepenuhnya untuk kemanusiaan.

Al-Qur’an memandang manusia dengan sangat positif, konstruktif, dan sentral. Sejumlah ayat menjelaskan bahwa visi penciptaan manusia adalah menjadi khalifah fil ardh (pemimpin atau pengelola kehidupan di bumi).

Visi tersebut dapat diwujudkan melalui misi utama manusia yaitu amar ma’rûf nahi munkar yang saya maknai sebagai upaya-upaya transformasi dan humanisasi. Tugas mulia ini tidak mungkin dilakukan oleh satu jenis gender, melainkan perlu kolaborasi di antara semua manusia dengan jenis gendernya yang begitu beragam.

Tujuannya tiada lain, bekerja sama dan berkolaborasi melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar demi wujudnya tatanan dunia yang benar, baik, dan indah dalam ridha Allah swt. (al-Taubah, 9:71).

Seluruh kewajiban agama ditunaikan dalam rangka menjalankan amanah sebagai khalifah dengan melakukan berbagai upaya transformasi dan humanisasi demi mewujudkan masyarakat yang adil dan berkeadaban. Dalam konteks inilah manusia tidak dinilai berdasarkan jenis kelamin, gender, suku, agama, dan ikatan primordial lainnya, melainkan semata berdasarkan kualitas takwanya.

Halaman:

Berita Terkait