Dr Abustan: Kemiskinan, Pendidikan, dan Kesejahteraan
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 10 Februari 2023 11:27 WIB
Oleh: Dr H. Abustan
ORBITINDONESIA - Setelah perjalanan kemerdekaan republik Indonesia hampir 78 tahun, ternyata rakyat masih berkutat di pusaran kemiskinan dan kesenjangan. Bahkan, kini menjadi "momok" yang amat merisaukan keberlangsungan republik ini.
Kecemasan itu sesungguhnya bukanlah asumsi atau hayalan belaka. Akan tetapi sebuah fakta, dimana tingkat keterbelakangan / kesenjangan Indonesia menjadi relatif tinggi dan meningkat lebih cepat dibandingkan dengan negara tetangga Indonesia (World Bank 2014).
Namun, di sisi lain kita membaca realitas yang ada bahwa ada empat orang terkaya di Indonesia memiliki kekayaan lebih banyak dari total gabungan 100 juta orang termiskin (Oxfam, 2017). Kenyataan ini juga mempertegas buruknya kualitas kehidupan sosial, hukum, ekonomi, dan politik masyarakat.
Baca Juga: 20 Ide Kado Hari Valentine 14 Februari untuk Cowok, Pasti Doi Makin Sayang
Hal tersebut, melengkapi pula gambaran kualitas pelayanan publik di banyak daerah yang masih rendah.
Jumlah daerah yang mampu mewujudkan pelayanan publik yang prima dalam bidang pendidikan harus diakui masih tergolong sangat minim, yakni kurang dari 10 persen dari 514 kabupaten/kota yang ada.
Lebih dari itu, kita menyaksikan pula kondisi fasilitas gedung sekolah di desa baik jumlahnya maupun jaraknya masih sangat memprihatinkan.
Indikator lainnya adalah jumlah penduduk miskin masih cukup besar (sekitar 27, 73 juta orang ). Data ini merupakan data Badan Statistik 2015, sehingga pasca pandemi Covid- 19 dipastikan angka kemiskinan mengalami peningkatan cukup tajam.
Baca Juga: Ini Daftar Pelanggaran yang Dilakukan Bripda HS Selama di Densus 88 Antiteror
Mengingat banyaknya orang kehilangan pekerjaan, yang otomatis meningkatkan jumlah pengangguran yang cukup tinggi. Sehingga makin menjauhkan rakyat dari janji negara terhadap "kesejahteraan".
Padahal janji tersebut termuat dalam Pembukaan UUD 1945, pemerintah negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Merujuk kepada dua tujuan penting, yaitu kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa (pendidikan), masih perlu terus menerus untuk diperjuangkan.
Agenda kesejahteraan umum berkaitan dengan isu kemiskinan, serta agenda mencerdaskan kehidupan bangsa berkaitan dengan isu pendidikan. Dengan demikian, kedua isu tersebut masih terus relevan hingga hari ini.
Mengingat "janji" kesejahteraan sosial yang diimpikan sejak republik ini didirikan, masih terjadi kesenjangan dengan realita yang ada.
Diktum kesejahteraan yang diekspresikan pada tanggal 1 Juni 1945 melalui pidato Soekarno: "rakyat ingin sejahtera .. kita harus mengadakan persamaan, artinya kesejahteraan bersama yang sebaik - baiknya."
Selanjutnya desain negara kemudian dirancang/dirumuskan oleh Mohammad Hatta, pada Pasal 27 Ayat (1) dicantumkan secara eksplisit semua warga negara bersamaan kedudukannya di depan hukum dan pemerintahan.
Pasal 27 Ayat (2) dipertegas lagi: pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, Pasal 31 dan 32 adalah hak pendidikan dan kemajuan kebudayaan.
Baca Juga: 20 Ide Kencan Romantis di Hari Valentine, Cocok Dilakukan Bersama Pasangan Tersayang
Dan tak lupa pula mengamanatkan proteksi negara terhadap anak - anak terlantar serta fakir miskin yang ada di bumi Pertiwi ini (Pasal 34 UUD 1945)
Akhirnya, keberhasilan mengatasi/menyelesaikan masalah kemiskinan sangat ditentukan oleh kemajuan pendidikan. Kedua hal inilah yang menjadi eksekusi " Goal" kesejahteraan sosial. Sebab, dari situlah yang akan menentukan nasib bangsa Indonesia ke depan.
Jakarta, 10 Februari 2023
Komunitas SATU PENA. ***