Penulis Berdedikasi Satupena Awards 2022 Untuk Musdah Mulia dan Eka Budianta
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 09 Desember 2022 08:35 WIB
ORBITINDONESIA – Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena memberikan penghargaan Satupena Awards 2022 kepada dua penulis Indonesia yang dianggap berdedikasi. Keduanya adalah Musdah Mulia untuk kategori non-fiksi dan Eka Budianta untuk kategori fiksi.
Di Jakarta, Selasa, 6 Desember 2022, Ketua Umum Satupena Denny JA menjelaskan, tradisi memberikan penghargaan kepada para penulis berdedikasi adalah bagian dari gerakan literasi, menghidupkan Indonesia juga sebagai negara budaya.
"Tak hanya soal kekuasaan dan perdagangan, negara yang maju juga kuat secara kebudayaan," kata Ketum Satupena itu.
Penetapan penulis berdedikasi dilakukan melalui proses seleksi, penilaian serta penjurian berjenjang selama tiga bulan oleh dewan juri yang terdiri dari para penulis dan pengurus Satupena dari Aceh hingga Papua.
Suara mereka ditampung dan diseleksi oleh enam koordinator Satupena dari enam pulau, koordinator Sumatra, Jawa, Bali- NTT, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua.
Mereka adalah Anwar Putra Bayu, Dhenok Kristanti, I Wayan Suyadnya, Hamri Manoppo, M Thobroni dan FX Purnomo,” jelasnya.
Denny JA menjelaskan, terdapat sejumlah pertimbangan di balik penetapan tersebut.
Baca Juga: Munculnya Musuh Utama Film Transformers Rise of the Beasts adalah Unicorn Bukan Scourge
Musdah Mulia dipilih karena dedikasinya sebagai penulis buku yang mencerahkan untuk tema emansipasi wanita, dengan perspektif tafsir agama secara modern.
Musdah aktif juga di berbagai organisasi perempuan, dan juga organisasi profesi, seperti Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan Women Shura Council (Majelis Perempuan Ulama berpusat di New York).
Dia bersama K.H Abdurrahman Wahid, Djohan Effendi dan sejumlah pemuka agama lainnya juga mendirikan ICRP (Indonesian Conference on Religions for Peace).
Musdah dikenal dengan karya-karyanya yang sangat vokal menyuarakan nilai-nilai kemanusiaan, prinsip keagamaan yang moderat dan cinta perdamaian.
Baca Juga: Kunjungi Pulau Kangean di Madura, Pulau Dengan Beragam Destinasi Wisata Menarik yang Bikin Kangen
Di antaranya adalah, “Muslimah Reformis: Perempuan Pembaru Keagamaan” (Mizan, 2005), “Perempuan dan Politik” (Gramedia, 2005), “Membangun Surga di Bumi: Kiat-Kiat Membina Keluarga Ideal dalam Islam” (Gramedia, 2011).
Lalu, “Mengupas Seksualitas” (Serambi, 2015), dan “Ensiklopedia Muslimah Reformis: Pokok-Pokok Pemikiran untuk Reinterpretasi dan Aksi” (Penerbit Baca, 2020).
Atas dedikasinya, Musdah kerap meraih sejumlah penghargaan nasional dan internasional.
Di antaranya adalah International Women of Courage Award dari Pemerintah Amerika Serikat (2007) atas kegigihannya memperjuangkan demokrasi.
Juga, Humanity Award (2019) dari International Forum for Peace and Human Rights atas kiprahnya merajut perdamaian melalui upaya-upaya penegakan HAM di Indonesia.
Sementara itu, Eka Budianta karena dedikasinya di dunia sastra.
Ia dianggap oleh para juri sangat paripurna. Dia menguasai teori kesastraan secara mendalam.
Selain dikenal sebagai seorang penulis senior yang banyak menghasilkan karya sastra, utamanya puisi dan prosa, dia juga berperan serta menumbuhkan penyair serta penulis muda melalui Yayasan Pustaka Sastra yang dia dirikan bersama F. Rahardi.
Aktif menulis cerpen dan puisi sejak di bangku SMA, hingga saat ini, dia telah menulis lebih dari 40 buku, baik kumpulan puisi maupun cerpen.
Eka juga mendedikasikan hidupnya untuk dunia kepenulisan. Dia pernah menjadi wartawan majalah Tempo (1980-1983), koresponden koran Jepang Yomiuri Shimbun (1984-1986), dan menjadi kolumnis di majalah Trubus hingga sekarang.
Dia juga tercatat pernah mengikuti Iowa Writers Program di Iowa, Amerika Serikat. Hingga saat ini, Eka masih aktif menulis di sejumlah media massa.
Bukunya yang berjudul “Cerita di Kebun Kopi” (Balai Pustaka, 1981) dinyatakan oleh pemerintah sebagai bacaan di sekolah.
Baca Juga: Ini Daftar 50 Orang Indonesia Terkaya 2022 Versi Forbes, Sultan Raffi Ahmad Nomor Urut Berapa
Sedangkan buku “Sejuta Milyar Satu” dipilih sebagai bahan literatur tambahan dan mendapat penghargaan khusus dari Dewan Kesenian Jakarta tahun 1985.
Bahkan Prof. Dr. A Teeuw dalam bukunya Modern Indonesian Literature II (The Hague, 1979) pernah meramalkan bahwa nama Eka Budianta akan menjadi penulis besar dalam dekade 1980-an.
Denny JA menjelaskan, para penerima penghargaan tersebut akan mendapatkan hadiah berupa sertifikat dan uang tunai masing-masing senilai Rp35 juta rupiah.
Penyerahan penghargaan akan dilaksanakan dalam acara Satupena Award 2022 yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini. ***