Catatan Denny JA: Selamat Ultah Pertamina ke-68
- Penjaga Sumur Tua Versus Pemain Global
Oleh Denny JA
ORBITINDONESIA.COM - Ada usia-usia yang dirayakan karena angka. Ada usia-usia yang dirayakan karena makna.
Ulang tahun Pertamina yang ke-68 bukan hanya peringatan tanggal 10 Desember 1957, tetapi penanda perjalanan sebuah perusahaan yang ikut menulis sejarah republik.
Ia lahir di tengah negara yang baru belajar berdiri, di era ketika mimpi tentang kedaulatan energi masih berupa gema jauh di cakrawala.
Hari ini, 68 tahun kemudian, kita melihat Pertamina bukan sekadar badan usaha, melainkan cermin dari jatuh bangun bangsa ini sendiri.
-000-
Pertamina berusia 68 tahun. Angka itu besar untuk Indonesia, tetapi muda dalam pergaulan dunia migas.
Bandingkan:
PETRONAS, tetangga kita di Malaysia, baru berdiri 1974. Usianya lebih muda 17 tahun daripada Pertamina. Namun agresivitas globalnya membuatnya dikenal di Sudan, Turkmenistan, Kanada, Chad, hingga Turki.
Sementara itu, perusahaan minyak tertua di dunia, Pennsylvania Rock Oil Company (yang kelak melahirkan Standard Oil, Exxon, Chevron), sudah muncul pada 1850-an.
Ada perusahaan minyak yang hari ini telah berusia 170 tahun.
Jika sejarah minyak global adalah novel panjang, Pertamina baru membaca separuh buku.
Namun karena masih muda, ia memiliki ruang gerak yang belum tertutup tradisi, belum terpenjara masa lalu.
-000-
Pertamina pernah mencapai masa keemasan. Di awal 1970-an, terutama dari blok-blok raksasa seperti Rokan, Indonesia memproduksi mendekati 1,6 juta barrel per day. Sebuah angka yang menempatkan kita di peta strategis OPEC waktu itu.
Namun sejarah tidak selalu bergerak naik. Produksi nasional merosot perlahan, hingga kini Pertamina, dari lapangan domestiknya, hanya menghasilkan sekitar 600–650 ribu barrel per day.
Jika digabungkan dengan aset luar negeri, angkanya mendekati 1 juta boepd (minyak dan gas), tetapi tetap jauh lebih rendah dari masa puncak 50 tahun lalu.
Kemerosotan ini bukan sekadar grafik. Ia adalah tanda bahwa sumur-sumur tua telah menua, teknologi tertinggal, dan permainan global berubah begitu cepat.
Pertamina kini berada di persimpangan: antara nostalgia kejayaan lama dan keberanian menciptakan masa depan baru.
-000-
Kedaulatan Energi Tidak Lagi Bisa Berdiri di Dalam Negeri
Di era ketika lapangan minyak matang, biaya produksi naik, dan cadangan menipis,
perusahaan nasional tidak lagi bisa menggantungkan hidup pada sumur domestik.
Lihat PETRONAS:
lebih dari separuh pendapatannya kini berasal dari luar negeri.
Lihat Aramco:
meski berada di wilayah dengan cadangan raksasa, mereka tetap berinvestasi global.
Lihat Exxon dan Chevron:
mereka tidak pernah berhenti mencari cadangan baru di benua lain, lautan lain.
Lihat TotalEnergies:
99 persen produksinya berasal dari 130 negara, hampir semuanya di luar teritori Prancis.
Di dunia hari ini, kedaulatan energi justru lahir dari globalisasi energi. Perusahaan minyak nasional yang hanya beroperasi di dalam negeri
akan menjadi penonton, bukan pemain.
Pertamina tidak boleh menjadi penonton.
Pertamina harus menjadi pemain.
-000-
Dalam buku The Prize, Daniel Yergin menunjukkan bahwa perusahaan minyak besar dunia bertahan bukan karena kekuatan sumur domestik, tetapi karena keberanian mereka menembus batas geopolitik.
Shell, BP, dan Exxon tumbuh karena pergi ke tempat-tempat yang jauh dari rumahnya — gurun, rawa, hutan, bahkan zona konflik.
Yergin menulis bahwa “masa depan energi selalu dimenangkan oleh mereka yang berani mengambil posisi di wilayah baru sebelum yang lain tiba.”
Pelajaran ini relevan bagi Pertamina hari ini.
-000-
Dalam The Power of Nations, Bremmer dan Kupchan menegaskan bahwa perusahaan energi nasional (NOCs) hanya akan relevan jika bertransformasi menjadi aktor global.
Negara-negara yang mengandalkan sumber daya domestik akan kehilangan daya tawar.
Sebaliknya, negara yang memperluas operasinya ke berbagai benua akan memiliki pengaruh geopolitik, stabilitas finansial, dan daya tahan strategis.
Buku ini menyimpulkan bahwa ekspansi global bukan keistimewaan negara kaya, tetapi kebutuhan strategis bagi negara berkembang yang ingin menjaga kedaulatannya.
-000-
Tidak Ada Energi Nasional Tanpa Jejak Internasional
Usia 68 tahun bukan usia untuk beristirahat. Ini usia untuk melompat.
Dengan produksi domestik yang menipis, dan konsumsi nasional yang terus meningkat, Indonesia tidak mungkin mencapai kedaulatan energi tanpa memperluas sayap Pertamina ke dunia.
Ekspansi global bukan pilihan. Ia adalah kebutuhan eksistensial.
Pertamina harus hadir di Afrika, Timur Tengah, Amerika Latin, di mana pun ada peluang cadangan baru, di mana pun ada aset yang bisa diakuisisi, di mana pun ada lapangan yang bisa dikelola lebih efisien.
Selama ini, banyak yang berpikir bahwa global adalah ambisi. Padahal global adalah satu-satunya jalan.
-000-
Pengalaman saya mengikuti forum energi internasional ADIPEC di Abu Dhabi dan berdiskusi langsung dengan para pemain minyak dunia, dari Amerika, Timur Tengah, Afrika, hingga Asia Tengah, membuat saya semakin yakin bahwa masa depan energi ditentukan oleh keberanian.
Di forum itu, semua perusahaan besar berbicara tentang ekspansi lintas benua, akuisisi agresif, dan kolaborasi global.
Begitu pula dalam diskusi saya di Paris bersama TotalEnergies dan Maurel & Prom:
tidak ada satu pun perusahaan besar yang bertahan hanya dengan mengandalkan wilayah nasional mereka.
Semua bergerak ke luar. Semua membuka bab baru. Dan Pertamina harus melakukan hal yang sama, dengan langkah yang jauh, jauh, jauh lebih agresif.
-000-
68 tahun perjalanan Pertamina adalah perjalanan bangsa kita.
Dari negara yang miskin teknologi, menjadi negara yang mampu mengelola blok besar, membangun kilang, menguasai rantai distribusi, dan mempekerjakan ratusan ribu insan energi.
Tetapi ulang tahun bukan hanya menoleh ke belakang.
Ulang tahun adalah momentum untuk bertanya:
Setelah 68 tahun, ke mana Pertamina harus menuju? Menjadi penjaga sumur tua, atau penakluk sumur-sumur baru dunia?
Sejarah telah memberi jawabannya.Negara-negara yang kuat energi adalah negara yang berani ke luar negeri.
Jika Pertamina ingin tetap relevan 50 tahun mendatang, kuncinya satu: ekspansi global yang sistematis, agresif, dan berani mengambil risiko.
-000-
Selamat ulang tahun ke-68, Pertamina. Semoga engkau tidak hanya merayakan lamanya usia, tetapi juga kedewasaan visi.
Engkau lahir dari mimpi tentang Indonesia yang berdaulat energi. Namun mimpi itu kini hanya bisa diwujudkan jika langkahmu semakin panjang, sayapmu semakin lebar, dan keberanianmu semakin besar.
Masa depan tidak datang kepada mereka yang menunggu. Masa depan datang kepada mereka yang melangkah lebih dulu.
Ulang tahunmu ke-68,
bukan akhir perjalanan,
tetapi awal babak baru:
Pertamina sebagai pemain global.
Selamat ulang tahun.
Selamat menuju dunia.*
10 Desember 2025, Di Atas Pesawat dari Dubai
-000-
Referensi
1. Daniel Yergin, The Prize: The Epic Quest for Oil, Money, and Power, Free Press, 1991.
2. Ian Bremmer & Cliff Kupchan, The Power of Nations: Strategy, State-Owned Companies, and the Future of Energy, Eurasia Group Press, 2017.
-000-
Ratusan esai Denny JA soal filsafat hidup, political economy, sastra, agama dan spiritualitas, politik demokrasi, sejarah, positive psychology, catatan perjalanan, review buku, film dan lagu, bisa dilihat di FaceBook Denny JA’s World
https://www.facebook.com/share/17wsMxwePw/?mibextid=wwXIfr