Anggota DPR Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekarno Pertanyakan Pembatasan Truk AMDK di Provinsi Jabar Awal 2026
ORBITINDONESIA.COM - Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekarno (BHS) menilai langkah Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi alias KDM yang membatasi operasional truk pengangkut Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di wilayah Provinsi Jabar merupakan tindakan yang tidak benar sama sekali.
“Kalau yang dibatasi hanya truk AMDK saja, itu nggak benar. Karena, truk lain di luar truk AMDK itu banyak kok yang membawa muatan yang jauh lebih berat dari AMDK. Kenapa kok yang dibatasi itu cuma truk AMDK saja. Pasti ada sesuatu kan?” ujarnya mempertanyakan kebijakan Gubernur Jabar ini.
Berdasarkan data yang dirilis Korlantas Polri, jumlah mobil barang atau kendaraan niaga di Indonesia pada 2024 lalu mencapai 6.197.110 unit atau naik dibandingkan tahun 2023 yang hanya sekitar 5,9 juta unit.
Dari data tersebut, terlihat Pulau Jawa masih mendominasi peredaran mobil barang sebesar 3.046.428 unit. Disusul Pulau Sumatera dengan peredaran mobil barang sebesar 1.609.698 unit. Jawa Barat sendiri memiliki banyak kawasan industri, seperti Cikarang, Karawang, Bekasi dan Cibinong, Bogor.
Seperti diketahui, KDM mengeluarkan Surat Edarannya Nomor 151/PM.06/PEREK tentang Pengaturan Operasional Kendaraan Angkutan Barang Muatan AMDK yang Beroperasi di Wilayah Jabar pada 23 Oktober 2025 lalu. Dalam SE-nya itu, KDM hanya mengizinkan industri AMDK menggunakan kendaraan angkutan barang dengan lebar maksimal kendaraan 2.100 mm, Jumlah Berat yang Diperbolehkan (JBB) maksimal 8 ton, dan Muatan Sumbu Terberat (MST) 8 ton di wilayah Provinsi Jabar.
Meski hal itu memang menjadi wewenang KDM untuk melarangnya, namun menurut BHS, harus dilihat juga bahwa tidak semua truk-truk yang overload itu adalah truk AMDK. “Apalagi, kita tahu bahwa truk AMDK itu kalau dilihat dari beratnya yang mereka angkut itu rata-rata malah tidak overload,” katanya.
Kenapa tidak overload, menurut BHS, karena industri AMDK itu pasti harus berhati-hati mengangkut galon-galonnya agar tidak pecah. “Jadi, otomatis mereka itu juga akan mengangkut muatan yang tidak terlalu berat,” ucapnya.
Selain itu, katanya, jumlah truk AMDK ini juga sangat sedikit atau hanya sekitar tidak lebih dari satu persen dari jumlah truk yang lewat di jalan raya.
Selanjutnya, BHS menegaskan bahwa distribusi AMDK ke masyarakat itu tidak boleh dihambat karena sudah masuk dalam kebutuhan pokok. “Semua masyarakat Indonesia itu membutuhkan air bersih layak minum seperti AMDK ini,” tukasnya.
Apalagi, menurutnya, air PDAM di Indonesia itu masih belum bisa diminum. Kondisi ini menyebabkan semua masyarakat termasuk di Jawa Barat, mulai dari lapisan bawah sampai ke atas itu membutuhkan air kemasan. “Jadi, kalau distribusi air kemasan itu dihambat, sudah pasti akan terjadi kelangkaan yang akan meresahkan masyarakat,” tuturnya.
Dia menuturkan AMDK ini juga membantu kepentingan ekonomi di Indonesia, khususnya di Jawa Barat. Dijelaskan, kehadiran AMDK ini banyak membawa dampak ekonomi bagi masyarakat. Menurutnya, sampai ke penjual-penjual yang ada di pinggir jalan pun ikut mendapatkan kehidupan dari menjual air minum kemasan itu.
“Dari 67 juta UMKM di Indonesia, 70 persennya itu jualan air kemasan. Bayangkan berapa ekonomi yang ditumbuhkan oleh AMDK ini,” ungkapnya.
BHS mengungkapkan bahwa sebenarnya saat ini rakyat di Jawa Barat itu pun sedang menuntut hak mereka untuk mendapatkan jaringan pipa air minum. Karena, menurut dia, jaringan pipa air minum di Jawa Barat baru tersedia 25 persen.
Jadi, kata BHS, masalah seperti ini yang sebaiknya diurus KDM terlebih dulu, dan bukan malah menghambat distribusi AMDK. “KDM itu harus mengurus dulu lah jaringan pipa air minum yang ada di Jawa Barat ke masyarakat, baru urusi yang lain. Karena itu adalah hak rakyat untuk mendapat air bersih yang layak minum,” cetusnya.
Seharusnya, menurut BHS, sebelum membuat SE yang membatasi operasional truk AMDK yang justru akan mempengaruhi ekonomi di Jawa Barat, KDM melakukan riset dulu dengan melibatkan lembaga riset yang ada di Pemprov Jabar.
“Tapi, itu tidak dilakukan. Dengan kebijakannya itu, KDM justru malah akan membuat UMKM-UMKM yang jual AMDK yang ada di Jawa Barat hancur semua. Padahal, AMDK itu memberikan pertumbuhan multiplier ekonomi atau ekonomi lanjutan yang luar biasa besar,” tukasnya.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Profesor Ningrum Natasya Sirait mengatakan sebuah regulasi untuk mengatur suatu industri itu harus melalui competition checklist. Artinya, regulasi itu harus memikirkan juga dampaknya terhadap sisi persaingan usahanya atau competition.
“Jadi, peraturan dalam konteks apapun harus melalui competition checklist, sehingga tidak menjadi artificial barrier yang membebani perusahaan dalam pasar persaingan yang akhirnya menjadi tanggungan masyarakat,” ujarnya.
Oleh sebab itu, lanjutnya, artificial barrier yang mungkin saja berasal dari peraturan yang diciptakan itu sebisa mungkin harus dihindari. “Jadi, jika ingin membuat aturan tentang apa saja, sebaiknya dikonsultasikan terlebih dulu dengan stakeholdernya dengan membuat kajian bersama dan mengevaluasi kebijakan yang mau dibuat,” tukasnya.***