Pasukan Israel Meningkatkan Serangan di Quneitra, Melanggar Kedaulatan Suriah

ORBITINDONESIA.COM - Unit militer Israel melakukan serangan lintas batas baru ke provinsi Quneitra, Suriah, pada hari Minggu, 23 November 2025, yang semakin melanggar integritas teritorial negara tersebut, sebagaimana dilaporkan oleh media resmi Suriah.

Operasi tersebut melibatkan pasukan yang bergerak maju ke bagian utara pedesaan dan mendirikan pos pemeriksaan di dekat persimpangan Ain al-Bayda, tempat mereka berhenti dan memeriksa kendaraan sipil.

Sebuah unit Israel dikerahkan di persimpangan strategis dan melakukan penggeledahan terhadap mobil-mobil yang lewat, sebagaimana disiarkan oleh TV pemerintah Al-Ikhbariya.

Menurut laporan terperinci dari Kantor Berita Arab Suriah (SANA), sebuah pasukan yang terdiri dari tiga kendaraan militer bergerak maju lebih jauh ke wilayah tersebut, menyebar di antara kota Jubata al-Khashab dan desa Ofaniya serta Ain al-Bayda. Sebuah pasukan Israel yang terpisah juga dilaporkan telah melancarkan serangan di dekat desa Umm Batina dan al-Ajraf di Quneitra tengah.

Pola Meningkatnya Ketegangan

Belum ada pernyataan langsung dari tentara Israel atau otoritas resmi Suriah mengenai insiden-insiden spesifik ini. Namun, peristiwa-peristiwa ini merupakan bagian dari konteks yang lebih luas dari operasi Israel yang semakin intensif di wilayah Quneitra.

Sumber-sumber lokal telah berulang kali mengeluhkan kemajuan Israel ke lahan pertanian, perusakan kawasan hutan yang luas, penangkapan penduduk, dan pendirian pos-pos pemeriksaan militer yang terus-menerus.

Konteks Regional dan Pelanggaran yang Lebih Luas

Waktu serangan ini sangat krusial, menyusul jatuhnya rezim Bashar al-Assad pada akhir tahun 2024. Sejak Desember tahun itu, aksi militer Israel telah mencakup lebih dari 1.000 serangan udara di Suriah dan lebih dari 400 serangan lintas batas ke provinsi-provinsi selatannya, menurut data pemerintah Suriah.

Dalam sebuah langkah signifikan yang mengubah status quo, Israel juga memperluas pendudukannya di Dataran Tinggi Golan Suriah dengan merebut zona penyangga demiliterisasi, sebuah pelanggaran langsung terhadap Perjanjian Pelepasan 1974.

Situasi yang sedang berlangsung ini menghadirkan tantangan keamanan yang kompleks di perbatasan selatan Turki, yang berdampak pada stabilitas regional.***