Lawrence Yeo: 2026 Akan Menjadi Tahun di Mana AI Menjadi Sebuah Disiplin, Bukan Lagi Eksperimen
Oleh Lawrence Yeo, ASEAN Solutions Director, Hitachi Vantara
ORBITINDONESIA.COM - Tahun 2025 adalah tahun ketika kecerdasan buatan menjadi nyata. Pusat data berkembang di seluruh Asia Tenggara, pengadaan GPU meningkat dan AI bergerak dari konsep menuju penerapan operasional.
Namun, seiring peningkatan adopsi, berbagai keterbatasan juga mulai terlihat: ketersediaan daya, biaya operasional, kematangan pengelolaan data dan keselarasan regulasi. Realitas ini kini membentuk arah investasi perusahaan dan kebijakan infrastruktur digital nasional.
Selama dua tahun terakhir, banyak organisasi memandang AI terutama sebagai tantangan komputasi. Asumsinya adalah semakin banyak akselerator akan menghasilkan semakin besar kemampuan.
Namun yang mengejutkan adalah faktor pembatasnya kini bukan lagi model atau perangkat keras. Hambatan sebenarnya adalah kemampuan untuk memindahkan, mengelola dan mengamankan data dalam skala besar. Kendala utama ada pada jalur data, arsitektur penyimpanan dan jaringan yang menopangnya serta disiplin operasional yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem ini secara andal.
Fase berikutnya dari AI akan bersifat agentic, dengan sistem yang mampu membuat keputusan dan mengambil tindakan di sektor layanan keuangan, kesehatan, logistik dan manufaktur.
Bagi pemerintah dan industri yang diatur ketat, hal ini menimbulkan pertanyaan baru tentang akuntabilitas, transparansi dan keamanan. Sistem seperti ini membutuhkan data yang akurat, terkelola dengan baik dan tersedia dalam konteks yang tepat, serta infrastruktur yang dirancang untuk pelatihan berkapasitas tinggi, inferensi berlatensi rendah dan ketahanan berkelanjutan.
Di sinilah konflik mulai muncul: permintaan regional terhadap kapabilitas AI terus meningkat, tetapi kapasitas fisik untuk mendukungnya bersifat terbatas. Efisiensi energi semakin menjadi perhatian strategis.
Ekspansi pusat data di ASEAN, terutama di Singapura, Malaysia, Indonesia, Thailand dan Filipina, kini terhambat oleh ketersediaan daya dan lahan. Kawasan ini tidak dapat terus memperluas kapasitas tanpa batas. Modernisasi platform penyimpanan dan komputasi menuju arsitektur yang lebih padat dan efisien kini menjadi hal penting untuk memastikan bahwa AI dapat berkelanjutan secara ekonomi dan lingkungan.
Kedaulatan data juga meningkat karena alasan serupa. Negara-negara memperkuat ekspektasi terkait lokasi penyimpanan, kendali operasional dan jaminan keamanan siber.
Masa depan tidak akan menjadi pilihan antara infrastruktur public cloud atau on-premises, melainkan model hybrid yang menggabungkan kendali lokal dengan mobilitas data yang aman. Apa yang terjadi di Asia Tenggara akan berdampak secara global, karena kawasan ini menjadi contoh bagaimana ekonomi menyeimbangkan pertumbuhan AI, keberlanjutan dan kedaulatan.
Organisasi dan negara yang memimpin pada 2026 akan memperlakukan data sebagai aset strategis. Mereka akan berinvestasi pada arsitektur yang hemat energi, platform data yang tangguh dan pengembangan talenta secara berkelanjutan. Kematangan AI tidak akan ditentukan oleh siapa yang memiliki komputasi terbesar, tetapi oleh siapa yang dapat mengoperasikan ekosistem data yang paling disiplin dan efisien.
*Lawrence Yeo adalah ASEAN Solutions Director, Hitachi Vantara. Ia bertanggung jawab mengembangkan dan mendorong adopsi solusi strategis, inisiatif utama dan keseluruhan strategi go-to-market Hitachi Vantara di kawasan ASEAN. Ia memiliki lebih dari 10 tahun pengalaman di industri TI dan memiliki keahlian luas di berbagai teknologi dan disiplin. Keahliannya mencakup sistem operasi utama seperti Windows, Linux dan berbagai varian Unix, penyimpanan enterprise serta perangkat lunak termasuk Java, Oracle, SQL Server dan produk Application Server. Dalam peran sebelumnya sebagai arsitek TI, ia mampu memadukan pemahaman bisnis dengan pengetahuan teknis tingkat tinggi di berbagai bidang. Hal ini membuatnya memiliki kemampuan untuk meneliti area baru dan merancang solusi yang dapat diimplementasikan.***