Resensi Buku Saddam Hussein Menghalau Tantangan Karya Dasman Djamaluddin: Reportase Kritis Seorang Jurnalis Senior
ORBITINDONESIA.COM- Buku Saddam Hussein Menghalau Tantangan (1998) karya Dasman Djamaluddin merupakan salah satu karya penting yang mencoba memahami figur kontroversial Saddam Hussein dari perspektif dunia ketiga.
Baginya Saddam bukan sekadar diktator, tetapi simbol ambivalensi antara nasionalisme, otoritarianisme, dan modernitas di dunia Arab. Diterbitkan oleh Pustaka Jaya pada 1991, buku ini lahir di tengah memanasnya konflik Teluk Persia pasca invasi Irak ke Kuwait.
Melalui buku ini, Dasman — seorang jurnalis senior dan pengamat politik internasional yang dikenal karena analisis-analisisnya yang tajam dan kontekstual — berusaha membedah dinamika politik Irak, ideologi Ba’ath, serta kepribadian Saddam Hussein sebagai arsitek kebangkitan sekaligus kehancuran negaranya.
Ia menulis bukan dari jarak dingin seorang akademisi, tetapi sebagai jurnalis dengan empati dan kepekaan geopolitik dunia Selatan yang memahami kompleksitas perjuangan anti-imperialisme dan nasionalisme Arab.
Isi dan Struktur Buku: Dari Tikrit ke Baghdad, dari Revolusi ke Krisis
Buku ini disusun dengan struktur naratif historis yang membawa pembaca menelusuri perjalanan hidup Saddam Hussein sejak masa kecilnya di Tikrit hingga ia menjadi presiden Irak yang disegani sekaligus ditakuti.
Dasman memulai dengan bab tentang latar sosial dan kultural Irak: negeri yang berdiri di atas reruntuhan Mesopotamia, tetapi terpecah oleh etnis, agama, dan sejarah kolonial Inggris.
Bagian pertama menyoroti perjalanan ideologis Saddam Hussein di bawah pengaruh Partai Ba’ath — partai berideologi sosialisme Arab yang memadukan nasionalisme sekuler, pan-Arabisme, dan modernisasi.
Dasman menjelaskan bagaimana Saddam naik dari seorang aktivis muda yang radikal menjadi tokoh sentral dalam kudeta 1968 yang menempatkan Partai Ba’ath berkuasa penuh di Irak.
Bagian kedua adalah inti buku ini — analisis mendalam tentang bagaimana Saddam membangun kekuasaan absolut melalui kombinasi karisma, teror, dan kalkulasi politik.
Dasman memaparkan reformasi sosial-ekonomi besar yang dilakukan Saddam: pembangunan infrastruktur, nasionalisasi minyak, peningkatan literasi, dan penguatan militer. Namun, di balik semua itu, kekuasaan Saddam dijaga oleh jaringan intelijen yang luas, kultus pribadi, dan sistem pengawasan yang hampir totaliter.
Bagian ketiga membedah konflik besar yang mendefinisikan era Saddam: perang delapan tahun melawan Iran (1980–1988) dan invasi ke Kuwait pada 1990.
Bagi Dasman, kedua perang ini bukan sekadar agresi militer, tetapi refleksi dari ambisi politik Saddam untuk menjadikan Irak sebagai pemimpin dunia Arab. Namun ambisi itu, tulisnya, justru menyeret Irak ke dalam isolasi internasional, embargo ekonomi, dan penderitaan rakyat yang panjang.
Analisis Ideologi dan Kepemimpinan: Antara Nasionalisme dan Kultus Individu
Dasman Djamaluddin tidak menggambarkan Saddam semata sebagai tiran brutal. Ia menempatkan Saddam dalam kerangka ideologi Ba’ath yang kompleks: sebuah gerakan yang ingin menyatukan dunia Arab dalam semangat kebangkitan sekuler, bebas dari pengaruh kolonial dan feudalisme agama.
Dalam hal ini, Saddam tampil sebagai simbol keberanian melawan Barat dan Zionisme, namun di sisi lain ia menyelewengkan idealisme Ba’ath menjadi alat legitimasi kekuasaan pribadi.
Menurut Dasman, kekuasaan Saddam dibangun di atas tiga pilar: ketakutan, kebanggaan nasional, dan propaganda. Ia menguasai media, mengontrol pendidikan, dan menampilkan dirinya sebagai penerus peradaban Babilonia.
Ia juga menggunakan simbol-simbol Islam secara selektif — bukan sebagai ekspresi religius, melainkan sebagai perangkat politik untuk merangkul umat dan menandingi hegemoni Iran yang teokratik.
Dasman menulis dengan gaya naratif yang hidup: menggambarkan Saddam sebagai pemimpin yang bekerja keras, disiplin, dan memiliki daya ingat luar biasa, namun juga curiga, paranoid, dan sering memutuskan sesuatu secara impulsif.
Ia menampilkan Saddam bukan sekadar diktator Timur Tengah, tetapi sebagai cermin dari dilema dunia pascakolonial: bagaimana negara-negara yang baru merdeka berjuang menegakkan kedaulatan sambil terjerumus dalam absolutisme kekuasaan.
Konteks Historis dan Pesan Geopolitik
Buku ini ditulis pada masa dunia menyaksikan perubahan besar: kejatuhan Uni Soviet, berakhirnya Perang Dingin, dan munculnya unipolaritas Amerika Serikat. Dalam konteks itu, Saddam Hussein menjadi figur yang menolak tunduk pada tatanan baru yang dipimpin Washington.
Dasman membaca perlawanan Saddam terhadap Amerika bukan semata sebagai petualangan gila, melainkan ekspresi dari politik global Selatan yang enggan menyerah pada neoliberalisme dan imperialisme.
Namun, Dasman juga tidak menutup mata terhadap konsekuensi tragis dari gaya kepemimpinan Saddam: isolasi diplomatik, penderitaan rakyat akibat embargo, dan rusaknya legitimasi moral Irak di mata dunia Arab.
Dasman melihat bahwa kekuatan yang dibangun dengan kekerasan pada akhirnya akan memakan dirinya sendiri — seperti halnya kekuasaan yang membunuh kepercayaan rakyat yang dulu mengangkatnya.
Relevansi dan Refleksi untuk Dunia Modern
Membaca Saddam Hussein Menghalau Tantangan hari ini berarti memahami bagaimana politik modern di dunia Islam terus bergulat dengan warisan kolonial, idealisme sekuler, dan krisis legitimasi moral.
Saddam, dalam pandangan Dasman, adalah tokoh yang berada di persimpangan antara modernitas dan barbarisme, antara nasionalisme dan kultus diri, antara perlawanan dan kehancuran.
Buku ini mengingatkan bahwa setiap proyek modernisasi politik tanpa etika kemanusiaan hanya akan melahirkan “negara besi” yang kehilangan jiwa.
Dalam konteks global saat ini, di mana banyak negara kembali mengedepankan militerisme dan populisme, kisah Saddam menjadi cermin tentang bahaya kekuasaan yang tumbuh tanpa batas moral dan dialog rakyat.
Penutup: Dari Mitologi ke Tragedi Politik
Dasman Djamaluddin menulis bukan untuk memuja Saddam, melainkan untuk memahami fenomenanya. Ia menghadirkan sosok pemimpin yang pada mulanya menjanjikan kemajuan, namun berakhir menjadi mitologi politik yang hancur oleh ambisinya sendiri.
Melalui buku ini, pembaca tidak hanya diajak melihat Saddam sebagai individu, tetapi juga sebagai simbol — simbol dari kekuatan dan keterpurukan dunia Arab modern, simbol dari bagaimana mimpi kebangkitan bisa berubah menjadi tragedi otoritarianisme.
Saddam Hussein Menghalau Tantangan (1998) adalah karya penting bagi siapa pun yang ingin memahami dinamika politik Timur Tengah dari perspektif yang lebih manusiawi dan geopolitik yang jernih.
Dasman menunjukkan bahwa dalam sejarah bangsa-bangsa, kekuasaan selalu diuji bukan hanya oleh musuh di luar, tetapi oleh tantangan moral di dalam diri penguasanya sendiri.***