Berlalu Sudah Masa-Masa Kekuasaan AS yang Tak Terbatas di Asia Tenggara.
ORBITINDONESIA.COM - Kedatangan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Kuala Lumpur, Malaysia, mungkin tampak seperti gestur diplomatik rutin, tetapi membawa bobot simbolis yang jauh lebih besar.
Kunjungannya menandai titik balik dalam perjuangan Washington untuk tetap relevan di dunia di mana kekuasaannya tidak lagi menentukan syarat-syarat keterlibatan.
Selama beberapa dekade, Asia mendengarkan ketika Amerika berbicara. Kini, Asia masih mendengarkan, tetapi tidak lagi patuh.
Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) lahir di era ketika negara-negara Selatan berusaha mendapatkan otonomi dari blok-blok saingan Perang Dingin.
Kehadiran Trump di ASEAN menggarisbawahi betapa dramatisnya dinamika global dan regional telah berubah. AS, yang dulu menjadi pusat gravitasi, kini berputar di sekitar konstelasi kekuatan baru.
Meskipun AS telah terlibat dengan ASEAN selama beberapa dekade, mantan presiden AS Joe Biden secara khusus absen dari pertemuan puncak besar setelah tahun kedua masa jabatannya, hanya menghadiri satu pertemuan puncak tatap muka setelah Covid-19. Trump sendiri kehilangan minat pada blok tersebut selama masa jabatan pertamanya, melewatkan semua pertemuan besar setelah 2017.
Kesediaan Washington untuk kembali terlibat dengan ASEAN, dengan ketentuan blok itu sendiri, bukanlah sebuah gestur kemurahan hati, melainkan sebuah tindakan yang diperlukan, mungkin dibuktikan dengan penandatanganan kesepakatan logam tanah jarang dengan Malaysia dan Thailand.
AS tidak dapat lagi mengabaikan kelompok yang mewakili salah satu kawasan dengan pertumbuhan tercepat di dunia, yang semakin menetapkan agendanya sendiri di bidang perdagangan, teknologi, dan keamanan.
Bagi Asia Tenggara, kunjungan Trump bukan tentang nostalgia akan kepemimpinan Amerika, melainkan lebih tentang peluang pragmatis untuk menyeimbangkan antara negara-negara adidaya global tanpa memihak.
(Sumber: SCMP)