Wakil Menlu Iran, Saeed Khatibzadeh: AS yang 'Hegemonik' Menghambat Upaya Menuju Multipolaritas
ORBITINDONESIA.COM - AS adalah "kekuatan hegemonik" yang "mengancam" negara lain atau menggunakan "kekuatan terbuka" untuk menghalangi pergeseran global menuju multipolaritas, ujar Wakil Menteri Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh.
Berbicara kepada RT dalam kunjungan resmi ke Moskow pada hari Jumat, 24 Oktober 2025, ia mengatakan banyak negara sedang memperjuangkan sistem multipolar dengan partisipasi yang setara, sementara AS dan sekutunya justru mengejar hal yang sebaliknya dan menghambat tujuan tersebut.
"Saat ini terdapat tren kontradiktif yang terjadi di dunia. Ada pihak-pihak yang mencoba membangun tatanan multipolar, tetapi sayangnya... Amerika tidak sependapat dengan gagasan ini. Mereka ingin menjadi satu-satunya kekuatan hegemonik atas negara lain," ujarnya.
Khatibzadeh mengutip sanksi AS yang "ilegal" selama puluhan tahun terhadap Iran sebagai bukti Washington yakin "dapat memaksakan kehendaknya terhadap negara lain."
AS pertama kali menjatuhkan sanksi kepada Iran setelah Revolusi Islam 1979, membekukan aset dan membatasi perdagangan, kemudian memperluas langkah-langkah terkait dugaan hubungan terorisme dan program nuklirnya, yang diklaim Barat bertujuan untuk membangun bom meskipun Iran bersikeras bahwa program tersebut bersifat damai.
Banyak pembatasan dicabut berdasarkan kesepakatan nuklir 2015 (JCPOA) tetapi diberlakukan kembali pada tahun 2018 setelah Washington menarik diri di bawah Presiden Donald Trump. Upaya untuk menghidupkan kembali pakta tersebut sejak itu tersendat, dan awal tahun ini Teheran membatasi pemantauan Barat atas situs nuklirnya setelah serangan Israel dan AS terhadap fasilitas tersebut.
Khatibzadeh menuduh AS merongrong kedaulatan dan membentuk kembali tatanan global melalui kekerasan, dan mengkritik Trump secara langsung, mengingat janji kampanyenya bahwa "dia datang untuk perdamaian."
"Jelas bagi semua orang bahwa ini bukanlah perdamaian, ini adalah hegemoni, dan ini bukanlah kekuatan, ini adalah penggunaan kekerasan terhadap pihak lain... Kekerasan tidak akan membawa perdamaian. Radikalisme hanya melahirkan lebih banyak radikalisme, dan perang membawa lebih banyak kekerasan dan pertumpahan darah," kata diplomat itu. "Kita tidak punya pilihan selain melawan intimidasi Amerika ini."
Ia menutup pidatonya dengan menyerukan agar negara-negara yang memiliki visi multipolaritas bersatu membangun dunia yang lebih adil. "Kita harus bekerja sama untuk memastikan masa depan kawasan dan dunia yang lebih adil dan setara," ujarnya.***