Netanyahu dan Krisis Sandera: Refleksi dari Gaza ke Israel

ORBITINDONESIA.COM – Tragisnya, lebih dari 67 ribu jiwa melayang di Gaza sejak agresi dimulai, meninggalkan luka mendalam yang membayangi klaim kemenangan Netanyahu.

Sejak awal agresi pada Oktober 2023, Netanyahu bertekad memulangkan para sandera dengan kekuatan militer, menolak tawaran pembebasan dari Hamas. Namun, serangan ini malah menewaskan puluhan sandera, termasuk anak-anak. Ketegangan ini tidak hanya mengorbankan nyawa, tetapi juga memicu krisis politik di Israel.

Data menunjukkan bahwa mayoritas sandera dibebaskan melalui perundingan, bukan operasi militer. Operasi militer di Nuseirat Juni 2024, misalnya, menelan banyak korban sipil dan hanya membebaskan empat sandera. Perundingan gencatan senjata membebaskan lebih dari 3.000 warga Palestina sebagai imbalan. Dampak sosial dan politik dari krisis ini mengguncang Israel, menurunkan popularitas Netanyahu.

Keputusan Netanyahu untuk mengedepankan kekuatan militer di atas diplomasi memunculkan pertanyaan besar tentang efektivitas pendekatannya. Di balik propaganda kemenangan, kenyataan di lapangan menunjukkan kegagalan taktik militer yang merugikan banyak pihak. Ini mencerminkan dilema moral dan politik yang dihadapi Israel di bawah kepemimpinannya.

Dalam refleksi akhir, kita dihadapkan pada pertanyaan: Apakah kemenangan militer sepadan dengan harga kemanusiaan yang begitu tinggi? Krisis ini menjadi pengingat akan perlunya strategi yang lebih manusiawi dan diplomatik. Kehilangan bukan hanya soal angka, tetapi nyawa dan masa depan yang terenggut. Mungkin sudah saatnya mengevaluasi kembali pendekatan untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan.