Buku “The Art of Being Alone": Menemukan Kedamaian dalam Sunyi, Mencintai Diri Tanpa Syarat
ORBITINDONESIA.COM - Buku The Art of Being Alone karya Renuka Gavrani adalah panduan lembut tentang seni menyendiri tanpa merasa kesepian.
Gavrani menulis dengan nada penuh empati, seolah berbicara kepada setiap jiwa yang pernah merasa kehilangan arah di tengah kesunyian.
Ia mengajak pembaca memahami bahwa kesendirian bukanlah kutukan, melainkan ruang suci tempat kita bertemu diri sendiri, menyembuhkan luka, dan menemukan makna hidup yang sejati.
Dalam buku ini, Gavrani membongkar mitos modern bahwa kebahagiaan selalu lahir dari hubungan, pencapaian, atau pengakuan orang lain.
Ia menulis dengan jujur tentang betapa sering manusia menghindari sepi karena takut menghadapi diri sendiri.
Menurutnya, justru di ruang sunyi itulah, seseorang bisa mengenal dirinya secara utuh—menyadari kebutuhan emosional, ketakutan, dan sumber luka yang belum tersentuh. Kesendirian, bagi Gavrani, bukan tanda kekosongan, melainkan awal dari keutuhan.
Salah satu bagian paling menarik adalah ketika ia membahas perbedaan antara kesendirian dan kesepian. Kesepian muncul ketika kita kehilangan hubungan dengan diri sendiri, sementara kesendirian adalah bentuk kebebasan yang lahir dari penerimaan.
Dalam kesendirian, seseorang bisa menjadi sahabat terbaik bagi dirinya. Ia menulis, “Kita tidak benar-benar sendiri jika kita telah belajar duduk dengan diri sendiri dalam damai.”
Kalimat itu menjadi inti dari seluruh pesan buku ini—tentang mencintai diri tanpa syarat, bahkan saat dunia terasa menjauh.
Gavrani juga menyinggung pentingnya berhenti sejenak dari hiruk pikuk dunia digital. Di era yang serba terhubung, manusia sering kehilangan kemampuan untuk berdiam diri.
Ia mengajak pembaca untuk merawat momen-momen sunyi: menikmati secangkir kopi tanpa distraksi, berjalan tanpa tujuan, atau menulis tanpa perlu dibaca siapa pun.
Melalui praktik-praktik sederhana itu, kesadaran tumbuh, dan hati menjadi lebih jernih melihat makna hidup.
Yang membuat buku ini kuat adalah kejujuran emosionalnya. Gavrani tidak menawarkan teori psikologis yang kaku, melainkan pengalaman personal yang dekat dengan kehidupan pembaca.
Ia bercerita tentang luka, kehilangan, dan proses penyembuhan yang memerlukan waktu. Namun alih-alih mengasihani diri, Gavrani menunjukkan bahwa keheningan adalah bentuk keberanian—keberanian untuk menatap diri sendiri tanpa topeng.
The Art of Being Alone bukan sekadar buku tentang kesendirian, tetapi juga tentang kebangkitan batin. Ia mengajarkan bahwa cinta sejati dimulai dari dalam diri, dan bahwa hanya mereka yang nyaman dengan kesendirian yang benar-benar siap mencintai orang lain tanpa bergantung.
Dalam setiap halamannya, Gavrani menanamkan pesan lembut: bahwa hidup yang penuh tidak selalu berarti dikelilingi banyak orang, tetapi cukup dengan menjadi utuh di dalam diri sendiri.***