Review Buku "Argumen Pluralisme Agama: Membaca Kembali Iman dalam Keragaman
ORBITINDONESIA.COM - Buku Argumen Pluralisme Agama karya Moqsith Ghazali hadir sebagai respons terhadap perdebatan panjang soal hubungan antaragama di Indonesia.
Pluralisme sering dituduh berbahaya, dianggap mengaburkan kebenaran agama, bahkan dicap sesat. Moqsith, seorang intelektual Muslim progresif, mencoba membongkar stigma itu dengan landasan teologis, filosofis, sekaligus humanis.
Ia menunjukkan bahwa pluralisme bukan ancaman bagi iman, melainkan wujud kesadaran bahwa keragaman adalah kenyataan yang dikehendaki Tuhan.
Pesan utama buku ini jelas: agama tidak hidup di ruang hampa. Ia hadir dalam sejarah, budaya, dan interaksi manusia yang beragam.
Karena itu, memahami agama lain bukanlah bentuk pengkhianatan iman, melainkan cara memperdalam keyakinan kita sendiri.
Moqsith menekankan bahwa agama yang menutup diri justru kehilangan relevansi, sementara agama yang mau berdialog akan menemukan kedewasaan.
Salah satu ide penting adalah kritik terhadap eksklusivisme agama. Moqsith menyoroti pandangan yang menganggap hanya satu agama yang benar dan yang lain salah.
Baginya, cara pandang ini tidak hanya menimbulkan konflik, tetapi juga bertentangan dengan spirit kasih dan rahmat yang diajarkan agama itu sendiri.
Dengan mengutip Al-Qur’an, hadis, dan tradisi pemikiran Islam, ia menunjukkan bahwa teks-teks agama sebenarnya membuka ruang pengakuan terhadap kebenaran di luar dirinya.
Bagian menarik lain adalah penjelasan tentang pluralisme sebagai sikap, bukan sekadar teori. Pluralisme bukan berarti semua agama sama, tetapi semua agama punya nilai yang perlu dihormati.
Ia menekankan pentingnya keterbukaan, empati, dan kerendahan hati dalam berhubungan dengan orang berbeda iman.
Dalam konteks Indonesia yang majemuk, sikap ini bukan hanya ideal, melainkan kebutuhan untuk menjaga kohesi sosial.
Moqsith juga mengulas pandangan para pemikir besar tentang pluralisme, baik dari kalangan Muslim maupun non-Muslim.
Dengan itu, ia menempatkan diskusi pluralisme dalam arus intelektual global, bukan semata perdebatan lokal.
Dari John Hick hingga pemikir Islam kontemporer, Moqsith menunjukkan bahwa pluralisme telah lama menjadi medan refleksi serius. Ini membuat argumen dalam bukunya terasa kokoh dan berlapis.
Kekuatan buku ini ada pada keberaniannya menyentuh isu sensitif dengan bahasa yang tetap akademis sekaligus komunikatif.
Moqsith tidak hanya menyajikan teori, tetapi juga memberikan kerangka teologis yang bisa menjadi pegangan praktis.
Ia seolah berkata bahwa iman yang matang tidak lahir dari ketakutan pada perbedaan, melainkan dari keberanian untuk berdialog dengannya.
Membaca buku ini, kita diajak bercermin: apakah iman kita membuat kita semakin terbuka, atau justru semakin tertutup?
Moqsith mengingatkan bahwa kebenaran Tuhan terlalu luas untuk dipenjarakan oleh tafsir tunggal. Pluralisme bukan relativisme, melainkan pengakuan bahwa cahaya kebenaran bisa memancar lewat banyak jalan.
Argumen Pluralisme Agama adalah buku penting untuk masyarakat yang masih sering dilanda intoleransi.
Ia menawarkan cara pandang baru, bahwa keberagaman iman tidak perlu menjadi ancaman, tetapi bisa menjadi kesempatan untuk saling memperkaya.
Dalam dunia yang mudah terpecah oleh identitas, buku ini hadir sebagai jembatan yang mengajarkan bahwa berbeda bukan berarti bermusuhan.***