Gastrodiplomasi dan Inspirasi Warung Maya di Seattle, Amerika Serikat

ORBITINDONESIA.COM - "Warung ini terkenal di kalangan orang Indonesia (di AS)," kata Yohpy Ichsan Wardana, Konsul Jenderal Republik Indonesia di San Francisco, Amerika Serikat, kepada ANTARA, Selasa, 26 Juni 2025 pagi.

Yang dimaksud Yohpy dengan "warung ini" adalah Warung Maya, yang juga disebut Maya Asian Market.

Pada Minggu 24 Agustus, Yohpy dan staf Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) San Francisco menyambangi warung itu di Seattle, Washington, yang berjarak 1.290 km dari tempatnya berkantor di San Francisco.

Yohpy tertarik mendatangi Warung Maya karena memiliki misi lebih dari sekadar tujuan kuliner.

"Saya ingin mendorong dia agar terus meningkatkan kehadiran produk-produk Indonesia di negara bagian Washington," kata Yohpy. Dia yang dimaksudkan Yohpy adalah Maya Damayanti, pendiri Warung Maya.

Faktanya, setidaknya dari penuturan Yohpy dan testimoni online mengenai warung itu, Maya dan Warung Maya pantas dikunjungi Yohpy, karena inspirasi yang disebarkannya, paling tidak untuk orang Indonesia yang tinggal di sana.

Terletak di Lynnwood, Seattle, Washington, Warung Maya awalnya hanya grosir kecil. Namun, setelah tiga tahun berdiri pada Agustus 2022, warung ini berkembang luas.

Sudah lebih dari 1.043 produk makanan, bumbu masakan, minuman, dan berbagai kebutuhan khas Indonesia, yang disediakan warung ini. Layanannya terus berkembang, sampai membuka kafe yang menyajikan beragam jajanan nusantara.

Orang-orang Indonesia di Seattle dan warga lokal yang lidahnya sudah akrab dengan makanan Indonesia, terobati kerinduannya kepada kuliner Indonesia gara-gara warung ini.

Kini, di Seattle, orang dengan mudah menemukan mie bakso, batagor, somay, soto Bandung, ketoprak, pempek, nasi Padang, kue nagasari, lupis, risoles, es teler, es cendol, dan banyak lagi.

"Saya sangat senang bisa menemukan bumbu-bumbu dan makanan asli Indonesia di sini," kata Matt Hashemi, warga Seattle, seperti dikutip siaran pers KJRI San Francisco.

Matt yang menyukai masakan Asia, agaknya jatuh cinta kepada kuliner nusantara. Dia menyukai soto, rendang, dan mie instan Indonesia, yang disebutnya memiliki cita rasa unik dan berbeda dari kuliner Asia lain.

Tempat belajar budaya

Tapi ada hal lain yang didapatkan Matt dari Warung Maya.

"Warung Maya bukan hanya tempat belanja, tapi juga tempat saya bisa belajar lebih banyak tentang budaya dan rasa Indonesia,” kata Matt.

Pernyataan terakhir Matt itu adalah contoh nilai plus warung ini, yakni menjadi tempat mengenal budaya Indonesia.

Jika Matt yang warga lokal saja suka dengan warung ini, sudah tentu dengan warga dan diaspora Indonesia di AS.

Bahkan bagi mereka, Warung Maya tak lagi hanya dianggap tempat untuk mengobati kerinduan kepada makanan nusantara, tapi juga tempat merasakan kembali atmosfer sosial nan hangat seperti umum ditemui di Indonesia.

"Warung Maya bukan sekadar tempat makan, tapi juga ruang silaturahmi bagi kami di perantauan," kata Syech Idrus.

Syech adalah satu dari ratusan, atau bahkan ribuan orang Indonesia yang menetap di AS. Dia tinggal di San Bruno, sebuah kota berpenduduk 40.000-an jiwa di negara bagian California.

Testimoni Matt dan Syech menunjukkan posisi Warung Maya sudah lebih dari sekadar tempat niaga.

Warung itu sudah menjadi ruang pertemuan budaya, yang pastinya membantu kerja-kerja serius seperti diplomasi, dunia yang diakrabi Yohpy Ichsan.

Maya, si pendiri, mungkin awalnya tak mengira dampak positif besar warungnya yang kini melebihi spektrum niaga. Dari berbagai keterangan, Maya memang memiliki ambisi besar yang tak dimiliki kebanyakan orang.

Dia berambisi mendirikan supermarket Indonesia pertama di Seattle. Tekad ini sudah tertanam dalam dirinya sejak dunia mulai terbebas dari pandemi COVID-19 pada 2022.

Maya sudah bermukim di Seattle sejak dua puluh tahun silam.

Perempuan asal Cianjur ini juga menggeluti usaha real estat.

Mengenai hal ini, laman WPI Real Estate menyatakan Maya paling tidak sudah selama 15 tahun menggeluti dunia real estat. Reputasinya pun bagus.

Dari laman itu pula diketahui Maya adalah pekerja keras, yang bahkan membiayai sendiri kuliah magister keuangannya di AS dengan sambil bekerja di sana.

Jejak-jejak digital menunjukkan Maya memang patut diteladani, terutama karena inspirasinya dalam mengawinkan kecintaan kepada tanah leluhur dengan bagaimana kecintaan itu mewujud menjadi kesempatan bisnis.

Dan kini dampaknya jauh dari sekadar bisnis, setidaknya itu yang dilihat oleh KJRI San Francisco.

Duta kuliner nusantara

Walau fokus utama warung ini menghadirkan beragam produk makanan Indonesia dan produk-produk bahan makanan Asia bagi komunitas Indonesia dan Asia, produk-produknya disukai pula oleh komunitas-komunitas lain di Seattle. Matt Hashemi adalah salah satu contohnya.

Ini sungguh menarik di mata orang-orang seperti Yohpy Ichsan, yang baru beberapa pekan lalu menempati pos Konjen RI di San Francisco.

Warung Maya dianggapnya penting dalam kerangka mempromosikan produk Indonesia di AS, khususnya Seattle.

Yohpy dan Kementerian Luar Negeri RI dari perspektif lebih luas memandang kehadiran prakarsa-prakarsa dan terobosan-terobosan seperti dibuat Warung Maya, sebagai hal penting dalam hubungannya dengan strategi diplomasi ekonomi dan nation branding Indonesia di luar negeri.

“Perkembangan Warung Maya menunjukkan semangat luar biasa diaspora Indonesia dalam menjaga dan memperkenalkan kekayaan kuliner nusantara di negeri orang," kata Yohpy.

Hal itu selaras dengan semangat gastrodiplomasi yang terus digalakkan Indonesia agar cita rasa Indonesia makin menggema dan dikenal di kancah global, yang dampaknya bisa merambah ke mana-mana, termasuk citra dan branding bangsa.

Dalam perspektif itu pula itu, kata Yohpy, Indonesia memandang "setiap toko dan bisnis kuliner diaspora Indonesia adalah duta kuliner nusantara".

Dalam kaitan ini, Kementerian Luar Negeri RI, khususnya KJRI San Francisco, bertekad untuk terus hadir mendampingi dan menghubungkan orang-orang seperti Maya Damayanti dengan mitra potensial agar usaha mereka semakin kokoh dan berkembang.

“Dan agar produk Indonesia tetap kompetitif," kata Yohpy.

Ini mungkin salah satu sasaran gastrodiplomasi, yang merupakan bukan hal baru  karena sejak lama makanan telah digunakan sebagai bentuk membangun hubungan diplomatik.

Perdana Menteri Inggris era Perang Dunia Kedua, Winston Churchill, bahkan menganggap gastrodiplomasi bagian penting dari strategi negosiasi diplomatik.

Hubungan China dan AS pada 1970-an pun mencair di antaranya karena diplomasi kuliner Richard Nixon dan Zhou Enlai.

Kini, banyak pemerintah menggunakan makanan untuk membantu mengubah persepsi internasional terhadap negara mereka, tak terkecuali Indonesia.

Apa yang dilakukan Yohpy hanyalah salah satu contoh. Dan bersama orang-orang seperti Maya Damayanti, gastrodiplomasi bisa lebih efektif lagi untuk dipraktikkan dan digalakkan.***