Protes di Microsoft: Kontrak Azure dan Kontroversi Apartheid
ORBITINDONESIA.COM – Seorang karyawan Microsoft ditangkap dalam rangkaian protes di kantor pusat perusahaan di Redmond, Washington. Protes ini menyoroti kontrak Microsoft dengan pemerintah Israel, menimbulkan pertanyaan mendalam tentang etika dan tanggung jawab perusahaan teknologi besar.
Protes di Microsoft ini dipicu oleh kerjasama perusahaan dengan pemerintah Israel, yang menurut kelompok protes No Azure for Apartheid, melibatkan penggunaan layanan cloud Microsoft untuk tujuan yang diduga melanggar hak asasi manusia. Pada minggu ini, protes tersebut berkembang menjadi 18 penangkapan, termasuk karyawan dan mantan karyawan Microsoft, serta anggota komunitas Seattle.
Investigasi terbaru oleh The Guardian dan mitranya mengungkapkan bahwa pemerintah Israel menggunakan layanan cloud Microsoft untuk menyimpan data dari jutaan panggilan warga Palestina. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang peran Microsoft dalam konflik Timur Tengah dan tanggung jawab sosialnya. Microsoft mengklaim sedang melakukan tinjauan independen atas tuduhan ini.
Protes ini mencerminkan meningkatnya ketidakpuasan di kalangan karyawan teknologi terhadap kebijakan perusahaan mereka. Penangkapan karyawan seperti Anna Hattle menunjukkan bahwa aksi ini lebih dari sekadar protes biasa; ini adalah panggilan moral dari dalam perusahaan sendiri. Kritik menyebutkan bahwa dengan melanjutkan kerjasama ini, Microsoft mungkin mengabaikan standar hak asasi manusia yang seharusnya dijunjung tinggi.
Microsoft menghadapi dilema moral dan reputasional yang serius. Apakah perusahaan akan memilih jalur keuntungan ekonomis atau mempertimbangkan dampak sosial dari tindakannya? Ini adalah pertanyaan yang perlu dijawab oleh Microsoft, dan mungkin, oleh seluruh industri teknologi.
(Orbit dari berbagai sumber, 21 Agustus 2025)