Asdamindo Tegaskan Pemakaian Galon Guna Ulang Tak Perlu Diragukan Karena Diawasi BPOM

ORBITINDONESIA.COM -- Asosiasi Bidang Pengawasan dan Perlindungan terhadap Para Pengusaha Depot Air Minum (Asdamindo) menegaskan bahwa pemakaian galon guna ulang sebagai kemasan air minum sudah tidak perlu diragukan lagi. Pemanfaatan galon tersebut sudah mendapat pengawasan ketat dari BPOM serta melewati berbagai uji laboratorium untuk mendapatkan label SNI sebagai jaminan mutu dan keamanan.

"Jadi, pengawasannya sangat ketat, jadi tidak mungkin berbahaya. Kalau berbahaya, pasti sudah ditarik dari peredaran lah," kata Ketua Asdamindo, Erik Garnadi belum lama ini.

Erik mengatakan, masyarakat tidak perlu khawatir dengan isu menyesatkan tentang bahaya Bisphenol A (BPA) dan galon guna ulang. Menurutnya, isu-isu terkait BPA dalam galon guna ulang merupakan persaingan usaha tidak sehat. Dia pun meminta pemerintah turun tangan untuk menyudahi polemik tidak berdasar tersebut.

Erik mengugkapkan bahaya yang mengancam dari permainan isu terkait BPA dan galon guna ulang. Dia mengatakan, permainan isu-isu tersebut di media konvensional dan media sosial dapat berujung pada kesenjangan sosial dan pengangguran. 

"Kalau terus menerus diframing, banyak pengusaha-pengusaha depot yang gulung tikar. Kalau sampai punah, berapa ratus ribu (timbul) pengangguran lagi," katanya.

Dia berpendapat, sudah seharusnya pemerintah melindungi UMKM yang merupakan tulang punggung perekonomian negara. Dia melanjutkan, selain itu isu-isu liar terkait BPA dan galon guna ulang hanya menciptakan ketakutan di tengah masyarakat sehingga situasi sosial menjadi tidak kondusif.

Erik mengatakan, aturan BPOM terkait labelisasi pangan berdampak pada bisnis Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) karena sebagian besar konsumen menggunakan galon polikarbonat (PC). Dia melanjutkan aturan tersebut tentu menimbulkan kekhawatiran konsumen terhadap air isi ulang dari depot yang dikemas menggunakan galon PC.

Dia pun meminta pemerintah mengkaji ulang terkait kebijakan pelabelan BPA bagi galon guna ulang polikarbonat. Dia menegaskan bahwa kebijakan harus dibuat dengan mengakomodir kepentingan semua pihak, termasuk UMKM.

"Jangan hanya karena mementingkan satu pihak akhirnya semua tidak jelas dan merugikan pihak lain. Dalam bisnis bersaing dengan sehat sajalah," katanya.

Sebelumnya, Pakar Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Suprihatin mengungkapkan bahwa masa pakai galon tidak berpengaruh terhadap potensi migrasi BPA dari galon guna ulang PC ke dalam air minum. Dia menjelaskan, migrasi BPA hanya terjadi dalam kondisi ekstrim tertentu.

"Secara teoris, laju migrasi BPA dari galon ke AMDK tidak dipengaruhi oleh frekuensi pemakaian galon," kata Prof Suprihatin.

Dia menjelaskan bahwa potensi migrasi BPA ke dalam air konsumsi lebih dipengaruhi oleh faktor kimia, seperti tingkat keasaman (pH) dan fisik contohnya suhu tinggi hingga mekanis. Dia mengatakan, waktu kontak antara kemasan dengan bahan yang dikemas juga memiliki potensi migrasi BPA.

"Tapi air galon umumnya waktu kontak tidak lama, sudah habis dipakai," kata Dosen Departemen Teknologi Industri Pertanian (TIN) Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB ini.

Dia mengatakan bahwa pada kondisi normal maka potensi migrasi BPA dari galon ke AMDK tersebut sangat sangat rendah dan tidak membahayakan kesehatan sehingga tidak perlu dikhawatirkan. Dia menduga isu BPA di Indonesia hanya fokus pada galon air minum lantaran merupakan bisnis yang besar dan menyangkut masyarakat luas.

"Galon kemasan air minum selama ini masih aman, asalkan dipakai dalam keadaan bersih, dan dengan cara yang benar. Lembaga pemerintah (misalnya BPOM) berkewajiban memonitor dan mengedukasi penggunaan galon AMDK, baik oleh produsen maupun konsumen AMDK," katanya.***