Anggota Komisi VII DPR RI, Rycko Menoza : Produk AS Bebas Tarif, Industri Nasional Harus Diperkuat
- Penulis : Abriyanto
- Rabu, 06 Agustus 2025 11:00 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Anggota Komisi VII DPR RI Rycko Menoza meminta pemerintah untuk memperkuat industri nasional menyusul kesepakatan dagang terbaru antara Indonesia dan Amerika Serikat.
"Jangan sampai kita sangat bergantung pada satu negara adidaya. Kita harus memperkuat pasar lokal dan secara aktif membuka pasar-pasar baru, seperti Asia, Afrika, dan Eropa," kata Rycko Menoza dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 6 Agustus 2025.
Kesepakatan tersebut memuat komitmen Indonesia untuk menghapus tarif impor atas produk asal Amerika Serikat, serta menghapus berbagai hambatan nontarif, mulai dari sertifikasi, inspeksi prakapalan, hingga standar teknis produk.
Rycko menegaskan pentingnya menjaga kemandirian ekonomi Indonesia di tengah banjirnya produk impor dari negara-negara maju, terutama Amerika Serikat.
Ia menyoroti potensi ancaman terhadap industri dalam negeri apabila tidak segera dilakukan langkah penguatan daya saing.
Menurutnya, masuknya produk-produk luar yang semakin murah karena penghapusan tarif dapat menekan produksi dan konsumsi produk lokal.
Baca Juga: Komisi VII DPR RI Setujui Anggaran Perbaikan Istana Siak di Kepulauan Riau Senilai Rp10 miliar
"Ini harus menjadi cambuk. Jangan sampai kita berkiblat pada barang-barang luar dan malah melemahkan industri lokal, apalagi kalau tidak ada penggantinya. Industri kita harus didorong agar bisa bersaing," jelasnya.
Kesepakatan dagang RI-AS yang diteken pada akhir Juli 2025 memang menjadi sorotan. Di satu sisi, Indonesia berhasil menurunkan tarif dari Amerika Serikat atas ekspor produk nasional dari rencana 32 persen menjadi 19 persen.
Namun, sebagai imbal balik, Indonesia membebaskan hampir seluruh produk AS dari bea masuk serta hambatan teknis lainnya.
Dalam kesepakatan itu, Indonesia juga berkomitmen membeli sejumlah produk strategis dari AS, seperti 50 unit pesawat Boeing, energi senilai 15 miliar dolar AS, serta produk pertanian senilai 4,5 miliar dolar AS.