DECEMBER 9, 2022
Ekonomi Bisnis

Bob Azam: Sumber Daya Manusia Harus Jadi Motor Penggerak Industri Hijau Indonesia

image
Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia Bob Azam ditemui di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Rabu, 30 Juli 2025. (ANTARA/Maria Cicilia Galuh)

ORBITINDONESIA.COM - Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, Bob Azam mengatakan, kebutuhan tenaga kerja hijau semakin meningkat, namun harus dibarengi dengan penambahan kurikulum dalam tingkat pendidikan.

Bob Azam menyebut, Indonesia masih kekurangan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki keahlian di bidang industri hijau. Menurutnya, hal ini bisa dimulai dengan memasukkan mata kuliah tertentu dalam pendidikan formal.

"Ada bidang-bidang baru yang belum ada tenaganya yang dari pendidikan formal. Seperti misalnya bagaimana kita pengembangan biofuel, dan sebagainya. Memang mungkin ada yang mengambil mata kuliah tertentu tapi itu menjadi satu mata kuliah khusus," kata Bob Azam di Jakarta, Rabu, 30 Juli 2025.

Baca Juga: Kepala BKN Zudan Arif: Gedung Assessment Center Cermin Kemajuan SDM Indonesia

Ia menyampaikan Indonesia harus mengembangkan SDM yang akan menjadi motor penggerak di industri hijau.

Dengan adanya SDM yang memadai, lanjut Bob, maka lapangan pekerjaan juga akan terbentuk.

"Biasanya kan industri dulu baru dicari SDM-nya. Ke depan saya ingin ubah, SDM-nya kita siapin supaya mereka menjadi leading sector, mereka yang menarik masuknya industri hijau supaya kita bisa mendapatkan manfaat secara optimal," jelas Bob.

Baca Juga: Indonesia dan Kanada Komitmen Dorong Transisi Energi Berkelanjutan dan Peningkatan SDM

Di sisi lain, Bob menyampaikan Indonesia harus belajar dari negara-negara Eropa yang memiliki ambisi sebagai pemimpin di industri hijau. Akibatnya, malah mengalami kelebihan investasi atau over investment sehingga menyebabkan greenflation atau naiknya harga-harga bahan ramah lingkungan akibat tingginya permintaan terhadap bahan baku.

Menurutnya, yang terpenting adalah mewujudkan transisi energi pada 2030 dengan membuat emisi karbon menjadi flat.

"Jadi nggak boleh juga kita terlalu agresif tanpa memikirkan financing-nya dan segala sesuatu. Oleh karena itu kita harus wise lah," imbuh Bob.***

Berita Terkait