Bali 100 Tahun Nanti, Catatan Paradoks Wayan Suyadnya
- Penulis : Krista Riyanto
- Selasa, 29 Juli 2025 08:32 WIB
.jpeg)
ORBITINDONESIA.COM - Di antara riuh media sosial dan gemuruh tapak digital, ada kabar Bandar Udara Internasional Bali Utara kalau jadi dibangun akan menyerap 200 ribu tenaga kerja.
Sebuah angka yang tak kecil. Sebuah angka yang membuat mata terbelalak, 200 ribu orang, jantung berdetak lebih cepat, dan angan menari di antara harap dan cemas.
Anggap saja kabar itu benar.
Baca Juga: I Wayan Suyadnya: Di Masa Mendatang, Perlu Satupena Awards untuk Penulis di Tingkat Daerah
Siapakah mereka?
Apakah mereka tukang, buruh serabutan yang bisa disulap menjadi teknisi mesin jet?
Apakah mereka petani cengkih yang tiba-tiba saja piawai dalam manajemen rute pesawat?
Baca Juga: Bali Tak Menyembah Patung: Catatan Paradoks Wayan Suyadnya
Tentu tidak. Dua ratus ribu tenaga kerja itu, pastilah profesional. Mereka yang paham dunia aviasi, yang bisa membedakan antara apron dan hanggar, antara Boeing dan Airbus.
Mereka tersertifikasi, berpengalaman, yang telah hidup dalam ekosistem bandar udara.
Maka besar kemungkinan, mereka bukan warga Kubutambahan, bukan warga Sawan, bukan dari Tejakula yang saban hari bergelut dengan ladang, bukan pula anak-anak muda Buleleng yang sejak kecil hanya tahu bandara Ngurah Rai, di Bali selatan.
Baca Juga: Tenget dan Surat Edaran Gubernur Bali 07/2025: Catatan Paradoks Wayan Suyadnya
Mereka mungkin datang dari Jakarta, Surabaya, Yogya, Lombok. Bahkan bisa jadi dari Dubai, Frankfurt, atau Singapura. Mereka membawa keterampilan, gaya hidup, bahkan keluarga.