Ketum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie: Tarif Resiprokal Turun ke 19 Persen Pacu Ekspor Dua Kali Lipat
- Penulis : M. Ulil Albab
- Kamis, 17 Juli 2025 07:10 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengatakan, penurunan tarif balasan atau resiprokal dari Amerika Serikat (AS) terhadap produk Indonesia, yang semula dikenakan tarif 32 persen turun menjadi 19 persen bisa memacu ekspor produk domestik ke pasar AS hingga dua kali lipat.
Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Bakrie dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis, 17 Juli 2025 mengatakan, hasil negosiasi pemerintah Indonesia dengan AS lebih baik dibanding banyak negara lain, sekaligus itu menjadi peluang bagi peningkatan ekspor nasional.
Menurut Anindya, keberhasilan tersebut patut diapresiasi karena tercapai di tengah posisi Indonesia yang memang mencatat surplus perdagangan dengan AS.
Baca Juga: Sekjen NATO Mark Rutte Berharap China, India, Brasil Menekan Rusia Terkait Tarif Trump
“Pertama, selamat kepada pemerintah. Karena menurut saya, apa yang telah disepakati itu bagus untuk Indonesia,” kata Anindya yang akrab disapa Anin itu.
Anin menilai wajar jika banyak pihak mempertanyakan mengapa tarif tidak bisa ditekan lebih rendah lagi. Namun, dibanding kondisi global, tarif ini dianggap lebih ringan.
Dirinya mencontohkan, tarif Indonesia lebih rendah daripada Meksiko yang dikenakan 35 persen dan China sebesar 30 persen. Ia juga membandingkan dengan Inggris yang hanya dikenai tarif 10 persen, namun neraca dagangnya dengan AS justru defisit, berbeda dengan Indonesia yang surplus.
Kesepakatan itu, kata Anin, dinilai dapat mendorong kenaikan signifikan nilai perdagangan bilateral antara AS dengan Indonesia.
"Kalau saya lihat, perdagangan yang tadinya 40 miliar dolar AS, dalam lima tahun bisa mencapai 80 miliar dolar AS. Kita mesti lihat bukan hanya untungnya buat mereka, tapi apa untungnya buat kita,” ujar dia.
Untuk memanfaatkan peluang tersebut, ia mengatakan Kadin berencana segera menggelar rapat dengan pelaku industri dalam negeri, khususnya sektor tekstil, garmen, alas kaki, dan elektronik guna memastikan kapasitas produksi untuk memenuhi lonjakan permintaan.***