DECEMBER 9, 2022
Nasional

Dirjen Polpum, Bahtiar: Kemendagri Pelajari Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Jeda Pemilu Nasional-Daerah

image
Direktur Jenderal (Dirjen) Polpum Kemendagri Bahtiar (tengah). ANTARA/HO-Puspen Kemendagri

ORBITINDONESIA.COM - Direktur Jenderal (Dirjen) Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Bahtiar mengatakan, Kemendagri tengah mendalami putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal jeda penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah

Kemendagri juga akan segera meminta masukan dari para pakar dan ahli untuk memperoleh perspektif yang komprehensif terkait dengan dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi ini. "Kemendagri juga akan membahas di internal pemerintah dampak putusan tersebut, termasuk skema pembiayaan pemilu nasional dan lokal," kata Bahtiar.

"Kami di Kemendagri terlebih dahulu mendalami substansi putusan Mahkamah Konstitusi ini secara menyeluruh,” ujar Bahtiar di Jakarta yang disiarkan Sabtu pagi, 28 Juni 2025.

Baca Juga: Ketua KPK Setyo Budiyanto Menilai Gugatan UU BUMN ke Mahkamah Konstitusi Merupakan Hak Warga Negara

Selain itu, Kemendagri juga akan membahas dampak putusan tersebut terhadap berbagai regulasi yang ada, khususnya Undang-Undang tentang Pemilu, UU tentang Pilkada, dan UU tentang Pemerintahan Daerah.

Kemendagri juga akan menjalin komunikasi dengan penyelenggara pemilu. Kemendagri bersama kementerian dan lembaga terkait juga akan berkomunikasi dengan DPR.

Perubahan jadwal penyelenggaraan pemilu, kata dia, tentu akan memengaruhi banyak aspek, termasuk regulasi yang menjadi dasar pelaksanaannya.

Baca Juga: Mahkamah Konstitusi: Pendidikan Dasar di Sekolah Negeri dan Swasta Harus Gratis

"Oleh karena itu, komunikasi intensif akan dilakukan baik di internal pemerintah maupun dengan DPR sebagai pembentuk undang-undang," jelasnya.

Tidak hanya itu, Kemendagri bersama kementerian/lembaga terkait akan menyusun skema penyelenggaraan pemilu nasional dan lokal yang efektif agar tujuan dari pemisahan waktu pelaksanaan tersebut tercapai. Skema tersebut akan disusun dengan tetap mengacu pada efisiensi, termasuk dalam hal pembiayaan.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan.

Baca Juga: Mahkamah Konsitusi: Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah

Pemilu nasional meliputi pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sedangkan pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

Dalam hal ini, MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Ketua Pengurus Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti.

Baca Juga: Mengapa Mahkamah Konstitusi Memisahkan Pemilu Nasional dan Lokal Mulai 2029?

Secara lebih perinci, MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai menjadi:

"Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional." ***

Halaman:

Berita Terkait