DECEMBER 9, 2022
Kolom

Kudeta Merangkak Para Pensiunan Jenderal

image
Pasangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 (Foto: ANTARA)

Oleh Supriyanto Martosuwito*

ORBITINDONESIA.COM - Kudeta merangkak pernah ditudingkan kepada Soeharto terkait perlakuannya terhadap Bung Karno. Dan kini dicoba oleh segelintir jenderal pensiunan kepada Prabowo dengan mula mula menyingkirkan Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka.

Kudeta merangkak atau “creeping coup” atau “slow-motion coup” merujuk pada upaya sistematis untuk mengambil alih kekuasaan secara bertahap, tidak melalui aksi kekerasan satu hari seperti kudeta klasik.

Baca Juga: Bersurat ke DPR RI, Purnawirawan TNI Kembali Persoalkan Posisi Wapres Gibran

Tuduhan "kudeta merangkak" terhadap Soeharto merujuk pada strategi sistematisnya dalam melemahkan Soekarno tanpa aksi langsung, tetapi melalui konsolidasi kekuasaan militer, tekanan politik, dan pencabutan mandat secara konstitusional.

Proses ini menjadi contoh klasik peralihan kekuasaan dari demokrasi terpimpin (Soekarno) ke rezim otoriter (Soeharto) di Indonesia. Ciri-ciri kudeta merangkak menggunakan jalur konsitusi (legalistik) menggunakan celah hukum dengan menyampaikan pendapat sebagai hak demokrasi.

Metode ini melibatkan pada upaya pelemahan institusi demokrasi, mendelegimiasi hasil pemilu, memanipulasi persepsi publik. Juga memanfaatkan media mainstream - dan podcast - yang menyukai kontroversi; menyalurkan aspirasi kelompok kalah dengan cara konstituasi, dan menempuh jalur hukum untuk melegitimasi kekuasaan.

Baca Juga: Gibran Minta Program Lapor Mas Wapres Tak Stagnan, Birokrasi Harus Lebih Cepat dan Adaptif

Kudeta merangkak dilakukan bertahap dengan perubahan tidak langsung terasa, tetapi dampaknya signifikan dalam jangka panjang. Apalagi didukung media yang suka kontroversi dan narasi sensasi.

Di masa lalu, ada peran intelijen dan tentara . Kini mereka menggunakan media sosial, membangun persepsi, meski hanya segelintir jenderal, seolah mewakili suara mayoritas bangsa.

Istilah ini sering dikaitkan dengan “autokratisasi” atau “democratic backsliding”, di mana rezim yang terpilih secara demokratis secara perlahan dikalahkan oleh pihak yang kalah.

Baca Juga: Isteri Wapres Gibran, Selvi Ananda Dorong Gerakan Pencegahan Pernikahan Usia Anak

Jika kudeta merangkak berhasil di MPR-RI, maka suara 240 juta suara pemilih dari Pilpres 2024 dengan biaya Rp.71,3 Triliun - kalah oleh surat rekomendasi empat (4) jendral pensiunan yang berhasil memanipulasi dan menyebarkan persepsi.

Halaman:

Berita Terkait