DECEMBER 9, 2022
Kolom

Kinabalu dan Nobel Sastra untuk Denny JA

image
Denny JA (Foto: Satrio)

Oleh Syaefudin Simon* 

ORBITINDONESIA.COM - Di tepian laut, angin berbisik lirih,
Kota Kinabalu, megah berdiri,
Gunung tinggi jadi saksi sunyi,
Kisah kota, riwayat abadi.

Jalan-jalan berhiaskan cahaya,
Pasar Filipina, aroma bahagia,
Di tangan nelayan, mutiara berkilau,
Seperti harapan, tak pernah pudar.

Baca Juga: Syaefudin Simon: SATUPENA di Tangan Midas

Di tebing pantai, ombak menyapa,
Gemersik nyiur menari bersama,
Langit jingga menjelang senja,
Melukis rindu di dada yang hampa.

Anak-anak berlari riang,
Di Gaya Street, tawa menggema,
Hikayat lama masih bertahan,
Di warung kopi dan meja-meja.

Oh, Kota Kinabalu,
Di pelukmu, waktu berlalu,
Seperti puisi, seperti esai,
Menulis kenangan di lembaran damai.

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Dan 2000 Janda Pun Menerjang

Itulah sepenggal puisi tentang Kota Kinabalu yang muncul di AI yang terkait dengan puisi esai. Di bait akhir puisi tersebut, AI menggambarkan suasana yang menggetarkan, seakan mengkonfirmasi bahwa Kinabalu kini memeluk puisi esai untuk kenangan dan perdamaian. 

Gambaran tersebut faktual. Betapa tidak! Masyarakat Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia 'tergila-gila" dengan puisi esai yang diinisiasi oleh Denny JA (DJA) di Jakarta, Indonesia. Padahal di Indonesia sendiri, sebagian sastrawan membenci puisi esai karena dianggap tidak puitis, dangkal, kering nuansa. Dan  terpenting, di puisi esai ada sosok Denny yang "merajai" komunitas puisi esai. Bagi sebagian sastrawan, Denny adalah nobody dan penuh kontroversi. 

Penyair seperti  Saut Situmorang dan novelis Remi Sylado, misalnya, menganggap DJA sebagai perusak dunia sastra Indonesia. DJA bukan sastrawan, tapi pakar politik --  kata sebagian sastrawan Indonesia. Karena itu Denny tidak berhak mengklaim diri sebagai sastrawan dan penyair. 

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Surat yang Tak Pernah Dikirim RA Kartini

Mereka yang mendiskreditkan DJA dalam dunia sastra, tampaknya tidak tahu, bahwa sejak remaja, Denny di samping pinter matematika dan catur, juga pinter membuat puisi. Denny pernah cerita, suatu ketika, dia tetiba trance atau ekstase. Dalam kondisi tak sadarkan diri Denny melantunkan puisi. Teman Denny yang mencatat "kata-kata yang keluar dari mulut Denny" menilai, puisinya sangat bagus, inspiratif dan kontemplatif. 

Halaman:

Berita Terkait