Akademisi Unismuh, Ihyani Malik: Masyarakat dan Swasta Penentu Keberhasilan Makan Bergizi Gratis
- Penulis : Maulana
- Kamis, 09 Januari 2025 01:57 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Akademisi dari Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Dr Ihyani Malik menilai keterlibatan masyarakat dan swasta adalah kunci kesuksesan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada 190 titik di 26 provinsi Tanah Air.
"Pelibatan masyarakat dan sektor swasta dapat menjadi kunci sukses program ini," kata Ihyani Malik, pakar Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unismuh Makassar ini, mencermati pelaksanaan Makan Bergizi Gratis di Makassar, Rabu, 8 Januari 2025.
Ihyani Malik memberikan contoh, di pedesaan, masyarakat bisa mengelola penyajian makanan secara mandiri sehingga mengurangi ketergantungan pada distribusi dari luar.
Baca Juga: Dinas Pendidikan Kota Makassar Alokasikan 10 Ribu Porsi Makan Bergizi Gratis
Selain itu, sinergi dengan perguruan tinggi, media, dan komunitas lokal dianggap penting untuk mengawal pelaksanaan program ini. “Kolaborasi ini akan memastikan program berjalan dengan baik,” ujarnya.
Ia memastikan bahwa di Sulsel dan daerah lain menginginkan program MBG berjalan sukses dan lancar.
Dia mengatakan, program tersebut layak diapresiasi meskipun baru berjalan beberapa hari, namun membutuhkan evaluasi dan penyesuaian agar implementasinya optimal di semua daerah.
Baca Juga: Jambi Tunggu Petunjuk Pelaksanaan untuk Pemberian Makan Bergizi Gratis
Menurut dia, ada berbagai tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan program unggulan Presiden Prabowo Subianto ini terutama terkait kesiapan infrastruktur dan anggaran.
Dia mengatakan, infrastruktur di sejumlah daerah, terutama di wilayah pelosok, belum memadai untuk mendukung distribusi bahan makanan secara merata.
“Di daerah terpencil, tantangan pendistribusian bahan makanan menjadi sangat krusial,” ujar wanita yang kini menjabat Dekan FISIP Unismuh Makassar ini.
Baca Juga: BPOM Kawal Keamanan Pangan Terkait Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis di Aceh
Selain itu, anggaran sebesar Rp10 ribu per anak dianggap tidak cukup untuk menyediakan menu yang memenuhi standar gizi, terutama di daerah dengan harga bahan pokok yang tinggi. “Dengan Rp10.000, bagaimana kita bisa menyediakan nasi, lauk, sayur, buah, dan susu?” katanya.