Oleh Abustan*
ORBITINDONESIA.COM - Tegaknya konstitusi di suatu negara, pada dasarnya amat tergantung kepada komitmen setiap warga negara terhadap aturan main bernegara (the rule of law) yang telah disusun dan ditetapkan, sebagai suatu kesadaran masyarakat untuk mematuhinya.
Oleh sebab itu, negara Indonesia adalah negara hukum, yang telah menjadi postulat penting yang tertuang dalam teks UUD NRI 1945. Artinya, Indonesia berkomitmen bahwa negara hukum sebagai sebuah preposisi yang diidealisasikan hendak dicapai harus selalu diupayakan dan ditegakkan secara konsisten.
Baca Juga: Abustan: Belajar dari Demokrasi Desa?
Pernyataan Aurelius Augustinus dari Hippo (354-430) diungkapkan dengan menggarisbawahi peran esensial hukum dalam kehidupan berbangsa. Hal itu dapat disimak bahwa: "Jika hukum disingkirkan, negara hanyalah gerombolan perampok besar".
Dalam artian, yang berkuasa de facto bukan lagi hukum, melainkan figur otoriter dengan dalih proteksi warga. Lebih dari itu, bahkan Thomas Hobbes menyatakan: siapa yang cukup kuat untuk melindungi semua warga, dia juga mempraktekkan ekspresi kekuatan untuk menindas segenap warga.
Kekuasaan yang korup
Baca Juga: Abustan: Keprihatinan Kampus Selamatkan Demokrasi
Tatkala perubahan masyarakat terus berjalan di era modernitas sekarang.Tanpa disadari tindakan destruktif juga terjadi, seperti berbagai manipulasi dan praktek korupsi kian merajalela.
Kealpaan kehadiran hukum di tengah masyarakat, sehingga menimbulkan ketidakadilan dan tindakan kesewenang-wenangan (abuse of power). Dalam pemahaman situasi akhir-akhir ini, kondisi mempraktikkan berjalannya hukum di negara hukum tentu dengan jujur harus diakui "tidak berjalan baik-baik saja".
Akan tetapi, yang menjadi cukup tampak bagaimana situasi hukum di Indonesia yang sering dikatakan sebagai "tajam ke bawah, tumpul ke atas." Intinya sederhana, yaitu bahwa hukum di satu sisi tidak memberi kepastian, terutama bagi pihak yang lemah. Hukum yang seharusnya menciptakan "trust" justru tidak bisa berfungsi. Sebab, realitasnya justru hukum menunjukkan "keberpihakan" kepada yang punya kekuasaan (pemodal).
Baca Juga: Abustan: Wajah Rakyat di Puncak Pemilu
Dalam kegaduhan di tanah air akhir-akhir ini, acapkali masyarakat setempat (pemilik tanah) justru mengalami kekalahan (terpinggirkan). Katakanlah rakyat yang sudah lama bermukim di Sampan (turun temurun), ketika menolak dilakukan relokasi di Rempang Batam mereka digusur untuk mengosongkan lokasi tanahnya.