Situasi Kritis Menghadang Presiden Bashar al Assad di Suriah
- Penulis : Bramantyo
- Minggu, 08 Desember 2024 09:15 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Konsentrasi Hizbullah dalam menghadapi Israel di Lebanon, ditambah fokus Rusia pada perang di Ukraina, telah melemahkan dukungan eksternal bagi pasukan pemerintah Presiden Bashar al Assad di Suriah.
Masih ada Iran, tapi pemerintahan Presiden Masoud Pezeshkian yang moderat, cenderung menurunkan skala petualangan militer Iran di negeri asing, termasuk Suriah.
Rezim Assad sendiri hanya bisa memerintah di separuh wilayah Suriah. Mereka dikepung kelompok-kelompok pemberontak berbeda haluan dan berperang satu sama lain, di bagian utara, timur, tenggara, dan selatan negara itu.
Baca Juga: Israel Serang Faslitas Militer Suriah
Suriah sendiri berbatasan dengan Lebanon di barat daya, Yordania dan Israel di selatan, Turki di bagian utara, dan Irak di bagian timur serta tenggara.
Kepungan pasukan pemberontak dari berbagai faksi membuat rezim Assad konstan berperang melawan mereka, khususnya pemberontak Pasukan Demokratik Suriah (SDF) di bagian timur yang didominasi Kurdi, dan pasukan oposisi Arab Suriah, khususnya Hayat Tahrir al-Sham dan Tentara Nasional Suriah (SNA) di bagian lain. SNA mendapat dukungan Turki.
Turki merasa berkepentingan langsung di Suriah, karena kaitannya dengan jutaan pengungsi Suriah di Turki selatan, dan upaya Turki dalam menangkal nasionalisme Kurdi tidak meluber ke wilayahnya.
Baca Juga: Naim Qassem: Hizbullah Siap Berunding dengan AS untuk Hentikan Agresi Israel di Lebanon
Selama ini rezim Assad sudah terbiasa melawan faksi-faksi pemberontak yang satu sama lain tak pernah akur itu. Tapi perang Hizbullah-Israel di Lebanon, perang Ukraina yang menyita sumber daya militer Rusia, dan reorientasi politik luar negeri Iran, berpengaruh buruk terhadap kemampuan rezim Assad dalam memadamkan pemberontakan.
Perang di Ukraina memaksa Rusia mengurangi kontingen militernya di Suriah, termasuk tentara bayaran Wagner Group yang "dinasionalisasi" oleh Presiden Rusia Vladimir Putin menyusul pemberontakan pemimpinnya, Yevgeny Prigozhin, pada Juni 2023.
Tapi Putin mungkin tak akan membiarkan Assad jatuh, karena bisa menjadi pesan buruk bagi sekutu-sekutunya di kawasan lain, bahwa Rusia tak bisa melindungi sekutunya.
Baca Juga: Maria Zakharova: Rusia Kecam Keras Serangan Udara Israel ke Palmyra, Suriah, yang Tewaskan 36 Orang
Sementara itu, sebagai dampak dari situasi di Jalur Gaza, Hizbullah yang penyokong utama Hamas di Palestina dan menempatkan kontingen besar pejuang mereka di Suriah, terlibat perang dengan Israel di Lebanon, sehingga harus merelokasi sumber daya militernya dari Suriah.