China Tanggapi Ancaman Donald Trump pada Negara-negara BRICS tentang Mata Uang Alternatif
- Penulis : Mila Karmila
- Rabu, 04 Desember 2024 05:32 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Pemerintah China menanggapi ancaman Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump, yang menyebut akan mengenakan tarif 100 persen terhadap negara-negara BRICS jika mereka tidak membatalkan rencana untuk menggunakan mata uang alternatif selain dolar AS.
"Sebagai 'platform' kerja sama yang penting bagi pasar-pasar baru dan negara-negara berkembang, BRICS menganjurkan keterbukaan, inklusivitas dan kerja sama yang saling menguntungkan, bukan konfrontasi blok serta tidak menargetkan pihak ketiga mana pun," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing, Selasa, 3 Desember 2024.
Pada Sabtu, 30 November 2024, Donald Trump menuliskan di platform media sosial miliknya, Truth Social yaitu "Gagasan bahwa negara-negara BRICS berusaha untuk menjauh dari Dolar, sementara kita hanya berdiam diri dan mengawasi, sudah BERLALU."
Baca Juga: Catatan Ekonomi KADIN Indonesia: Indonesia dan BRICS
"Kita memerlukan komitmen dari negara-negara ini bahwa mereka tidak akan menciptakan Mata Uang BRICS yang baru, atau mendukung Mata Uang lain untuk menggantikan Mata Uang Dolar AS yang perkasa," kata Trump.
Trump melanjutkan bahwa, bila BRICS meneruskan rencana tersebut, negara-negara tersebut akan menghadapi tarif 100 persen, serta harus mengucapkan "selamat tinggal pada penjualan berbagai produk mereka ke wilayah perekonomian AS yang luar biasa."
Dia menekankan bahwa negara mana pun yang berupaya menggantikan dolar AS dalam perdagangan internasional akan "mengucapkan selamat tinggal kepada Amerika".
Baca Juga: Sekjen OECD Mathias Cormann Tegaskan: Minat Indonesia Ikut BRICS Tak Pengaruhi Aksesi ke OECD
Lin Jian menegaskan tujuan BRICS adalah untuk mewujudkan pembangunan dan kemakmuran bersama.
"China siap untuk terus bekerja sama dengan mitra-mitra BRICS untuk memperdalam kerja sama praktis di berbagai bidang dan memberikan lebih banyak kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi dunia yang berkelanjutan dan stabil," tambah Lin Jian.
BRICS didirikan pada 2009 dengan anggota Brazil, Rusia, India, dan China, serta Afrika Selatan yang bergabung pada 2011, yang kemudian akronim dibentuk dari huruf pertama negara anggota tersebut.
Baca Juga: Dino Patti Djalal: Adaptasi Cepat Pemerintah Prabowo Menjamin Aksesi OECD dan BRICS Lancar
Blok ini sekarang telah diperluas untuk mencakup Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab yang bergabung pada Desember 2023, namun kelompok tersebut memutuskan untuk tetap menggunakan nama BRICS.