Presiden Jokowi Tegaskan "Lifting" Minyak Seliter pun Tidak Boleh Turun Karena Berdampak Naiknya Biaya Impor
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Jumat, 11 Oktober 2024 07:10 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Presiden Jokowi (Joko Widodo) menegaskan lifting minyak bumi nasional tidak boleh mengalami penurunan satu liter pun, karena berdampak pada naiknya biaya impor minyak dan gas.
"Saya titip yang berkaitan dengan lifting minyak, harus naik. Jangan sampai lifting minyak kita biarkan turun, seliter pun nggak boleh, harus naik. Setiap tahun harus naik," kata Presiden Jokowi saat menghadiri acara Malam Puncak HUT Ke-79 Pertambangan dan Energi di Jakarta, Kamis malam, 10 Oktober 2024.
Presiden Jokowi menyampaikan, lifting minyak harus naik dengan cara apapun.
Baca Juga: Presiden Jokowi: Blok Rokan di Provinsi Riau Masih Jadi Ladang Minyak yang Cukup Besar di Indonesia
Jokowi mengungkapkan, Menteri Keuangan sudah mengingatkan penurunan lifting minyak meskipun tampak sedikit namun dampaknya menaikkan impor minyak dan gas ratusan triliun. "Artinya devisa kita hilang," jelas Jokowi.
Oleh karena itu, Jokowi menekankan berbagai upaya harus dilakukan untuk menaikkan lifting minyak, baik itu dikerjakan sendiri, dengan BUMN, Pertamina atau kerja sama dengan sektor swasta maupun asing.
"Semuanya dilakukan. Sumur-sumur yang kita miliki produktifkan," kata Jokowi.
Baca Juga: Sumatra Selatan Cari Regulasi Tata Kelola Ribuan Sumur Minyak Ilegal di Kabupaten Musi Banyuasin
Presiden Jokowi juga mengingatkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk senantiasa menyederhanakan regulasi untuk mempermudah masuknya investasi.
"Yang berkaitan dengan regulasi. Ini juga hati-hati. Semua yang berkaitan dengan hal memakan waktu lama, berputar-putar dari meja 1, 2, 3, 4, 5, harus mulai disederhanakan agar investasi datang ke negara kita," kata Presiden.
Dengan masuknya investasi di sektor ESDM, maka kesempatan kerja akan terbuka dan eksplorasi meningkat, serta meningkatkan lifting minyak dan gas.
Sebaliknya, tanpa penyederhanaan izin dan regulasi, Indonesia akan sulit bersaing dan berkompetisi dengan negara-negara lain.
"Karena sekali lagi saya sampaikan, ke depan negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat. Bukan negara besar mengalahkan negara kecil. Bukan negara kaya mengalahkan negara berkembang. Tapi negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat," ujar dia.***