DECEMBER 9, 2022
Nasional

LSI Denny JA: Hanya 1,1 Persen Unggahan Berita tentang Isu RUU Penyiaran di Media Bersentimen Positif

image
(Facebook @Deny JA Public Poicy)

ORBITINDONESIA.COM – LSI Denny JA menemukan bahwa hanya 1,1 persen dari 6.542 unggahan berita tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran di media online dan media sosial memiliki sentiment positif.

Sebesar 16,3 persen unggahan berita menunjukkan sentiment negatif.  

Temuan LS Denny JA ini berdasarkan penelitian memakai metode analisis komputasi selama satu bulan, 1 Mei sampai 31 Mei 2024 tentang percakapan dengan kata kunci RUU Penyiaran terhadap 6.542 data.

Baca Juga: LSI Denny JA: Mayoritas Publik Setuju Koalisi Semi Permanen Pemerintahan Prabowo Subianto

Isu ini mulai banyak diperbincangkan di media arus utama online dan media sosial bulan Mei. Isu ini muncul setelah UU Penyiaran yang sudah berusia 20 tahun dianggap tidak sesuai kebutuhan dan kemajuan teknologi yang bergulir di Komisi I DPR.

Naskah RUU Penyiaran ini kemudian melahirkan perdebatan di tengah publik.

Menurut penelitian LSI Denny JA, publik mengkritik RUU ini memiliki karena banyak masalah.

Baca Juga: Menangkan Pilpres Lima Kali Beruntun, LSI Denny JA Peroleh Penghargaan dari MURI Jaya

Di samping penyusunannya yang tidak melibatkan partisipasi warga dan pemangku kepentingan, isi RUU tersebut jauh dari semangat menciptakan kehidupan penyiaran yang demokratis dan sehat.

Di dalam RUU tersebut, penyiaran tidak hanya mencakup transmisi lewat frekuensi (dikenal dengan terestrial) tetapi juga penyiaran menggunakan platform digital.

Jika RUU Penyiaran tersebut disahkan menjadi Undang-Undang, pembuat konten digital (dikenal dengan sebutan content creator) akan diatur sama dengan lembaga penyiaran. Pembuat konten digital dihadapkan pada berbagai kewajiban standar isi siaran.

Baca Juga: Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa: Gugatan di MK Berlawanan dengan Logika Publik yang Menerima Hasil Pilpres 2024

Di samping cakupan penyuaran yang bertambah luas, isi RUU tersebut mengandung banyak pasal kontroversial, seperti larangan menanyakan liputan eksklusif investigasi dan keharusan penyelesaian sengketa jurnalistik melalui Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Halaman:
1
2

Berita Terkait