DECEMBER 9, 2022
Internasional

PM Israel Benjamin Netanyahu Adakan Rembuk Darurat Usai Putusan Mahkamah Internasional tentang Rafah

image
Jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC) Karim Khan sudah mengajukan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu atas “kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan” yang dilakukannya di Jalur Gaza. ANTARA/Anadolu

ORBITINDONESIA.COM - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengadakan rembuk telepon darurat dengan para menteri utama dan jaksa agung, menyusul keputusan Mahkamah Internasional untuk Israel menghentikan operasinya di Rafah, menurut laporan media setempat, Jumat, 24 Mei 2024.

Agenda rembuk Netanyahu tersebut akan dimulai pada pukul 17.00 waktu setempat, menurut laporan portal berita Israel Ynet.

Dalam laporan itu juga disebutkan bahwa Menteri Kehakiman Israel Yariv Levin, Menteri Pertahanan Yoav Gallant, Menteri Luar Negeri Katz, Ketua Dewan Keamanan Nasional Tzachi Hanegbi, dan Jaksa Agung Gali Baharav-Miara akan mengikuti rembuk.

Baca Juga: Turki Akan Gabung Dengan Afrika Selatan Ajukan Kasus Genosida Israel ke Mahkamah Internasional

Mahkamah Internasional pada hari Jumat memerintahkan Israel untuk segera menghentikan serangan militernya di Rafah, kota di Jalur Gaza selatan.

"Israel harus segera menghentikan serangan militernya atau tindakan lain apa pun di wilayah Rafah yang dapat berdampak pada kelompok Palestina di Gaza, kondisi kehidupan yang dapat menyebabkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau sebagian," kata Ketua Hakim Nawaf Salam.

Perintah tersebut dibacakan Salam atas tindakan sementara tambahan yang diminta Afrika Selatan dalam kasus genosida yang sedang berlangsung, terhadap Israel.

Baca Juga: Mesir Gabung Afrika Selatan, Ikut Seret Israel ke Mahkamah Internasional Terkait Gugatan Genosida di Gaza

Mahkamah Internasional mengatakan, perubahan perintah dari yang dikeluarkan pada tanggal 28 Maret 2024, mempertimbangkan perubahan keadaan akibat serangan di Rafah, tempat pengungsi Palestina berlindung dari perang.

Menurut badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa, lebih dari 800.000 orang telah meninggalkan kota tersebut akibat invasi darat.

Keputusan tersebut mengatakan bahwa Israel belum cukup mengatasi dan menghilangkan kekhawatiran yang timbul akibat operasi militernya di Rafah.

Baca Juga: Mahkamah Internasional Akan Adakan Sidang Terbuka Atas Permintaan Afrika Selatan Terkait Rafah dan Gaza

Mahkamah Internasional juga meminta Israel menjaga perbatasan Rafah tetap terbuka, untuk akses tanpa hambatan terhadap layanan dasar dan bantuan kemanusiaan ke Gaza.

Ia memerintahkan Tel Aviv untuk menyerahkan laporan tentang tindakan yang diambil berdasarkan perintah terbaru dalam waktu 1 bulan. ***

Sumber: Antara

Berita Terkait