DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Pemecatan Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Teuku Umar, Potret Buramnya Kebebasan Berekspresi

image
Universitas Teuku Umar di Aceh.

ORBITINDONESIA.COM - Rektor Universitas Teuku Umar (UTU) Meureubo Aceh Barat, Dr. Ishak Hasan telah memecat perwakilan DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa) UTU baru-baru ini.

Pemecatan mahasiswa Universitas Teuku Umar itu terkait unggahan flyer ucapan selamat memperingati Jumat Agung bagi umat Kristiani.

Flyer ucapan itu diposting tanggal 7 April 2023 melalui akun resmi Instagram dpm.utu yang kemudian tersebar dan mendapatkan protes dari alumni yang tergabung di dalam Ikatan Keluarga Alumni Universitas Teuku Umar (IKA UTU).

Baca Juga: Gol Semata Wayang Federico Gati Sukses Bawa Juventus Unggul Atas Sporting Lisbon di Liga Eropa

Di hari yang sama, akun dpm.utu memosting surat terkait permintaan maaf atas postingan ucapan Jumat Agung.

Keputusan pemecatan diambil oleh Rektor UTU setelah pertemuan dengan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kabupaten Aceh Barat dan alumni UTU.

Tidak hanya dipecat dari DPM, mahasiswa tersebut juga disyahadatkan kembali karena dianggap "telah murtad secara perbuatan." MPU beranggapan, ucapan selamat tersebut bertentangan dengan ajaran Islam.

Kejadian ini menambah catatan panjang praktik intoleransi pada dunia pendidikan Indonesia. Kampus yang hendaknya menjadi tempat menanamkan nilai-nilai kebinekaan malah menjadi ruang yang sangat ekslusif.

Baca Juga: Mahasiswi Kedokteran dan Maya Sylvia di Medan Akhirnya Berdamai dan Berpelukan, Polisi: Semoga Jadi Saudara

Ironinya, UTU merupakan universitas negeri yang juga menjalankan semangat dari Kemendikbud-ristek untuk menghapus “tiga dosa besar” pendidikan, salah satunya adalah soal intoleransi.

Ucapan selamat Jumat Agung oleh organisasi mahasiswa yang menaungi semua mahasiswa UTU bukan sebuah perbuatan yang terlarang. Malah, hal tersebut adalah wujud toleransi antarumat beragama.

Ucapan tersebut tidak diberikan secara personal yang beragama Islam, namun diucapkan oleh sebuah organisasi mahasiswa yang menyadari betul bahwa UTU merupakan miniatur Indonesia, sebab setiap civitas akademika UTU berasal dari berbagai suku dan agama.

Apa yang dilakukan oleh DPM UTU merupakan wujud sebenarnya dari “Pancasila dalam perbuatan” dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Baca Juga: Sempat Unggul 2-0, Laga MU vs Sevilla di Liga Eropa Berakhir Imbang Usai 2 Gol Bunuh Diri Pemain Setan Merah

Sejatinya, kebebasan berekspresi akademik dan kebebasan beragama atau berkeyakinan adalah hak asasi manusia yang fundamental dan saling terkait.

Dalam konteks akademik, kebebasan berekspresi mengacu pada kemampuan siswa, mahasiswa, dan akademisi untuk mengemukakan ide dan teori mereka tanpa takut dikritik atau dihukum karena pandangan mereka yang berbeda.

Kebebasan ini juga meliputi hak untuk memilih topik penelitian atau studi yang ingin diikuti, dan hak untuk mengekspresikan pendapat mereka tanpa takut diintimidasi atau dihakimi oleh pihak lain.

Sementara itu, kebebasan beragama dan berkeyakinan memberikan individu hak untuk memilih dan menganut agama atau keyakinan serta hak untuk melaksanakan praktik-praktik keagamaan mereka tanpa diskriminasi atau intervensi dari pihak lain.

Baca Juga: BRI Liga 1: RANS Nusantara FC Melawan Madura United Berakhir Berbagi Angka

Hal ini mencakup hak untuk berdoa, beribadah, dan melakukan praktik-praktik keagamaan lainnya sesuai dengan keyakinan mereka, serta hak untuk tidak dianiaya atau ditekan karena keyakinan mereka.

Undang-Undang Pendidikan No.12 tahun 2012 Pasal 13 ayat 1 menegaskan “Mahasiswa sebagai anggota Sivitas Akademika diposisikan sebagai insan dewasa yang memiliki kesadaran sendiri dalam mengembangkan potensi diri di Perguruan Tinggi untuk menjadi intelektual, ilmuwan, praktisi, dan/atau professional.”

Oleh karena itu, kebebasan berekspresi akademik memberikan individu hak untuk mengemukakan gagasan dan pendapat mereka tanpa takut dicemooh, disalahpahami, atau dihukum oleh otoritas yang berkuasa.

Kebebasan berekspresi akademik harus dijaga dan dilindungi, karena hanya dengan kebebasan ini individu dapat mengembangkan dan menyatakan pandangan mereka tanpa takut, dan hanya dengan demikian kebebasan beragama dan berkeyakinan dapat diwujudkan secara penuh dan adil.

Baca Juga: BRI Liga 1: Persis Solo Melawan Persik Kediri, Gol Telat Ferdinan Sinaga Akhiri Rekor 9 Kemenangan Macan Putih

Pemecatan perwakilan DPM UTU merupakan bentuk tindakan sewenang-wenang yang diambil oleh Rektor UTU. UUD/1945 Pasal 28E ayat 3 menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.”

Lalu, UU No.12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 3 huruf D, F, dan H menyebutkan bahwa salah satu azaz pendidikan adalah keadilan, kebajikan, dan kebinekaan.

Karena itu pimpinan perguruan tinggi hendaknya tidak boleh melarang bahkan memecat, melainkan bertanggung jawab melindungi dan memfasilitasi aktivitas kemahasiswaan yang menjunjung tinggi nilai kebinekaan.

Maka, keputusan yang diambil oleh Rektor UTU merupakan cerminan dari lemahnya negara atas tuntutan kelompok intoleran yang selama ini menolak realitas keberagaman.

Baca Juga: BRI Liga 1: I Made Wirawan dan Persib Bandung Resmi Berpisah Musim ini

Tindakan Rektor UTU karena telah mencederai kebebasan berpendapat dan berserikat serta asas kebhinekaan sesuai amanat UUD/1945 dan UU No.12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Rektor UTU harus berani mengambil sikap kepada kelompok yang tidak menerima keberagaman dan mencabut kembali pemecatan pengurus DPM UTU.

Desakan dari tekanan kelompok yang mengaku representasi dari orang banyak bukanlah sebuah pembenaran untuk membatasi kebebasan berserikat dan berpendapat bagi mahasiswa di dalam kampus.

Mendikbudristek Nadiem Makarim perlu bertindak tegas atas kejadian ini. Kampus hendaklah menjadi ruang akademik yang menghargai nilai-nilai kebinekaan bukan malah membatasi kebebasan berpendapat dan ekspresi mahasiswa. ***

Berita Terkait