Pembakar Al Quran di Swedia Rasmus Paludan Ternyata Seorang Politisi
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 24 Januari 2023 10:39 WIB
ORBITINDONESIA- Pembakar Al Quran di Swedia bernama Rasmus Paludan ternyata seorang politisi di negara tersebut.
Kini Rasmus Paludan mendapatkan kecaman keras dari berbagai negara Islam, salah satunya Indonesia.
Lembaga sosial MER-C dan organisasi Jaringan Muslim Madani (JMM) mengecam aksi pembakaran Al Quran oleh politisi sayap kanan tersebut.
Baca Juga: Wowon Sang Pembunuh Berantai di Cianjur hingga Bekasi Punya 6 Istri, Hingga Saat Ini Korban 9 Orang
Ketua Presidium MER-C Sarbini Abdul Murad menyayangkan pembiaran yang dilakukan Pemerintah Swedia terhadap aksi pembakaran kitab suci umat Islam tersebut.
"Kami mempertanyakan Pemerintah Swedia yang tidak mencegah aksi penistaan dan pelecehan agama Islam tersebut, bahkan memberikan izin atas nama kebebasan berekspresi," ujar Sarbini di Jakarta, Senin, 23 Januari 2023.
Menurut dia, tindakan kontroversial Paludan bukanlah yang pertama kali. Sebelumnya, Rasmus Paludan juga pernah menggelar sejumlah aksi demonstrasi dengan aksi membakar Al Quran.
Baca Juga: PBB Kecam Aksi Pembakaran Kita Suci Al Quran di Swedia, Picu Tindakan Intoleran
"Tindakan ini sangat berbahaya bagi kerukunan umat beragama tidak hanya di Swedia namun juga di seluruh dunia," kata dia.
Sarbini meminta Pemerintah Swedia agar segera mengambil tindakan tegas dengan menghukum pelaku dan meminta maaf kepada umat Islam di seluruh dunia.
"Pembakaran kitab suci Al Quran akan memancing kemarahan umat Islam dunia. Pemerintah Swedia sebaiknya segera meminta maaf kepada umat Islam di dunia atas pembiaran aksi tersebut," kata dia.
Baca Juga: Berdarah Dingin, Polisi Sampai Buka Posko Laporan Korban dari Wowon, Sang Pembunuh Berantai
Sementara itu, Direktur Eksekutif Jaringan Muslim Madani (JMM) Syukron Jamal mendorong pemerintah Indonesia dan komunitas Muslim dunia untuk melakukan protes keras melalui aksi-aksi konkret agar kejadian serupa tidak terulang di manapun dan kapanpun.
"Aksi itu merupakan tindakan barbar yang merusak dan menodai toleransi umat beragama sekaligus mencerminkan kebebasan berekspresi yang tidak bertanggung jawab," kata dia.
Syukron menilai aksi tersebut adalah tindakan tidak beradab, tidak bisa ditolerir atas nama apapun karena menyangkut sesuatu yang sakral yaitu kitab suci yang menjadi pedoman utama umat Islam.
Syukron juga mengkritik pihak Barat yang selalu menerapkan standar ganda dalam menyikapi aksi penodaan agama tersebut atas nama kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Pandangan itu, menurut dia, akan semakin menyulitkan upaya mewujudkan perdamaian dunia terlebih di era keterbukaan saat ini.
"Mereka (Barat) selalu mendorong untuk melakukan upaya-upaya dialog, menyampaikan nilai-nilai toleransi, menolak bahkan memerangi ekstremisme. Namun, mereka selalu diam saat hal-hal prinsipil dan paling mendasar dalam keyakinan kita dikoyak-koyak atas dasar demokrasi dan kebebasan berpendapat," kata dia.***