DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Tentang Markenun alias Cak Nun: Kyai Ganjen

image
Cak Nun atau Markenun

ORBITINDONESIA - Orang yang sedang jatuh cinta memang sulit disadarkan. Begitulah pemuja Cak Nun alias Markenun itu. Sedikit saja pujaannya mendapat kritik, mereka akan mengamuk.

Sebenarnya itu reaksi yang wajar. Karena mereka memang tidak kenal Markenun luar-dalam. Mereka hanya tahu dia dari versi yang ada di atas panggung.

Markenun yang serba tahu, bijaksana, seorang legenda hidup.

Baca Juga: Saiful Mujani: Ganjar Pranowo Menaikkan Suara PDIP dan Golkar

Faktanya Markenun tak sesuci itu. Mereka yang hidup sezaman dengannya dan tahu kelakuannya bakal tertawa saat tahu Markenun dikultuskan seperti sekarang.

Salah satu pembenaran yang sering saya dengar adalah, Markenun itu sahabat dekatnya Gusdur. Jangan berani mengkritiknya.

Ini pernyataan orang yang buta sejarah. Markenun tidak pernah dekat dengan Gusdur. Pernah satu panggung iya. Tapi mereka tidak pernah dekat sebagai sahabat.

Mereka bukan dua orang yang saling merindukan, apalagi saling melengkapi.

Baca Juga: Chrisye, Putra Terbaik Indonesia yang Terluka Akibat Diskriminasi

Kalau Gusdur disebut sahabat Romo Mangun itu baru benar. Karena keduanya saling melengkapi, saling terkait satu sama lain.

Markenun tidak pernah punya posisi di lingkaran para pembesar itu. Kalau nempel-nempel, tukang klaim, iya.

Bahkan Gusdur penah menyebutnya Kyai Ganjen, plesetan dari Kyai Kanjeng. Seorang sahabat tidak akan menyebut seperti itu. Karena mereka berdua memang bukan sahabat. Dan Gusdur juga tidak suka sikap kemayunya Markenun.

Seolah-olah kyai, padahal ya bukan. Seolah-olah negarawan, padahal ya bukan.

Baca Juga: Ibunda Nono, Bocah SD Asal NTT, Ungkap Rahasia Kecerdasan Anaknya Hingga Juara 1 Matematika Tingkat Dunia

Markenun sengaja menjual nama Gusdur, karena sadar pengikut Gusdur itu banyak sekali.

Dan orang ini berlagak setingkat dengan Gusdur. Seujung kukunya saja belum. Makanya generasi ompol yang tak paham sejarah itu menjadikan namanya sepaket dengan Gusdur. Menghina Markenun dianggap sama dengan menghina Gusdur.

Kebiasaan tukang klaim ini juga dilakukan Markenun pada Cak Nur atau Nurcholis Majid. Kalau ini memang tokoh besar. Makanya namanya juga diklaim sama Markenun.

Misalnya peristiwa sewaktu Soeharto mau jatuh. Si Markenun ini nempel Cak Nur ke istana. Karena dia sendiri sebenarnya tidak diundang. Markenun tidak cukup besar untuk dianggap sebagai tokoh nasional.

Baca Juga: WhatsApp Nambah Keren! Fitur Pesan Suara Bakal Bisa Jadi Status loh, Ini Durasinya

Tapi hari ini justru nama Markenun yang dianggap pahlawan. Kalimat, "Ora dadi presiden ora peteken (tidak jadi presiden tidak masalah)," konon dia ucapkan di depan Soeharto. Lalu kalimat itu melegenda.

Di depan jamaahnya dia sering bernostalgia dengan momen tersebut. Seolah-olah dia memiliki peranan besar dalam Reformasi.

Markenun bukan siapa-siapa. Tidak di masa lalu di antara para pembesar itu, juga tidak di masa sekarang di zaman internet. Ketika anak-anak jauh lebih kritis dari yang kita bayangkan.

Nama Markenun tidak dikenal, kecuali di kalangan jamaahnya. Orang-orang yang menganggapnya lucu dan punya koneksi tingkat atas. Bahkan dianggap tidak punya cela. Lebih terlihat mendewa-dewakannya.

Baca Juga: 20 Klub dengan Pendapatan Terbesar di Dunia Tahun lalu, City Teratas

Makanya kalau Markenun membuat hinaan yang gak intelek ya wajar. Maqomnya hanya segitu. Boro-boro negarawan, kyai saja belum.

Kalau ingin tahu sepak terjang kejahiliyahan Markenun, tanya saja orang yang hidup sezaman dengannya. Bukan hanya dari versi yang tampil di atas panggung. Versi yang sudah dipoles bedak dan gincu keganjenan.

(Oleh: Kajitow Elkayeni). ***

Berita Terkait