Ketegangan Pemilu Moldova: Eropa atau Kembali ke Rusia?
ORBITINDONESIA.COM – Moldova menghadapi momen krusial dalam pemilu parlemen yang diwarnai tuduhan intervensi Rusia, menggambarkan pilihan antara integrasi dengan Uni Eropa atau kembali ke pengaruh Moskow.
Pemilu ini akan membentuk parlemen baru beranggotakan 101 kursi, dengan presiden Moldova menunjuk perdana menteri dari partai atau blok terkemuka yang kemudian mencoba membentuk pemerintahan baru. Moldova yang terjepit antara Ukraina dan anggota Uni Eropa, Romania, telah berupaya mengarahkan diri ke Barat dan mendapatkan status kandidat UE pada 2022. Namun, tuduhan intervensi Rusia mengancam stabilitas demokrasi muda negara ini.
Perdana Menteri Moldova, Dorin Recean, memperingatkan ancaman 'perang hibrida' dari Rusia, termasuk pembelian suara, serangan siber, dan kampanye disinformasi. Sementara itu, pemilih diaspora diharapkan memainkan peran penting dalam menentukan hasil pemilu, seperti dalam pemilihan presiden sebelumnya di mana lebih dari 82% mendukung presiden pro-Barat, Maia Sandu. Namun, ketidakstabilan ekonomi dan sosial dapat menggerus dukungan terhadap partai pro-Eropa yang berkuasa.
Presiden Maia Sandu menegaskan bahwa masa depan Moldova ada di tangan rakyatnya, menekankan pentingnya demokrasi dan integrasi dengan Uni Eropa. Namun, dengan sepertiga pemilih yang masih ragu-ragu dan ancaman nyata dari intervensi Rusia, masa depan Moldova tetap tidak pasti. Partai oposisi pro-Rusia menekankan pentingnya netralitas permanen dan hubungan baik dengan Moskow, menggambarkan pemilu sebagai kesempatan untuk mengakhiri ketakutan rakyat.
Dalam menghadapi berbagai krisis, Moldova berdiri di persimpangan jalan antara masa depan demokratis atau kembali ke pengaruh Rusia. Pertanyaan pentingnya adalah bagaimana negara ini dapat mengatasi ancaman eksternal dan internal sambil menjaga aspirasi pro-Eropa tetap hidup. Bagaimana Moldova akan menavigasi tantangan ini dan apa artinya bagi stabilitas regional?