Catatan Denny JA: Ketika Mesin Mengebor Lebih Dalam, Melampaui Nurani
- Penulis : Krista Riyanto
- Minggu, 20 Juli 2025 11:21 WIB

Di Bolivia, danau garam mengering karena penambangan litium masif. Dan di Indonesia, nikel diekstraksi tanpa pemurnian teknologi, dijual murah, dan meninggalkan lumpur merah di sungai-sungai kecil.
Indonesia adalah contoh sempurna: kaya logam strategis, tapi miskin kontrol atas nilainya.
Green tech bisa menjadi kolonialisme baru yang memakai seragam ramah lingkungan. Hijau di permukaan, tapi merah di dalam.
Baca Juga: Hilangnya Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024 dan Kisah 4 Presiden Menurut Analisis Denny JA
Di tengah paradoks ini, Al juga menawarkan solusi: algoritma prediktif Equinor di Norwegia mampu menghemat 15% energi dengan mengoptimalkan tekanan pengeboran.
Google DeepMind mengurangi 40% konsumsi pendingin data center via machine learning.
Teknologi, ketika diarahkan untuk keseimbangan, bisa menjadi jembatan antara efisiensi dan keberlanjutan."
-000-
Di masa depan, perang energi bukan lagi soal invasi, tapi embargo teknologi. Negara-negara maju mengunci paten, menahan chip, dan memonopoli algoritma.
Mereka tidak lagi menyerang kilang, tapi menghalangi lisensi software.
Baca Juga: Analisis Denny JA: Setelah Amerika Serikat Menjatuhkan Bom ke Iran
China dan AS bertarung dalam senyap—bukan soal minyak, tapi siapa yang mengontrol standar global.