Penggunaan AI di Media Massa dan Masalah Etika Jurnalistik
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Minggu, 20 Juli 2025 03:21 WIB

Oleh Satrio Arismunandar*
Ketika menyebut kata “penulis,” orang biasanya membayangkan sosok penulis fiksi, seperti novelis, cerpenis, atau penyair. Padahal ada profesi yang sangat intens dengan kepenulisan, yang mungkin terlupakan justru karena menulis bagi mereka sudah menjadi aktivitas rutin sehari-hari. Profesi itu adalah wartawan atau jurnalis.
Perbedaan mendasar antara jurnalis dengan novelis, cerpenis atau penyair adalah jurnalis berurusan dengan hak-hal faktual. Ia harus menulis berdasarkan fakta, bukan khayalan, imajinasi, atau hasil lamunan. Bahkan, jurnalis tidak boleh mencampurkan fakta dengan fiksi.
Tetapi dalam satu hal, seperti halnya para penulis fiksi, jurnalis juga mengalami persoalan dengan hadirnya teknologi kecerdasan buatan atau AI (artificial intelligence). Saya yang sudah puluhan tahun menjalani profesi jurnalis di media cetak, media siar (broadcasting) dan media online merasakan hal ini.
Penggunaan AI dalam media massa, termasuk untuk menulis berita, menyunting naskah, mengelola konten, hingga menyebarkannya, telah berkembang pesat. Namun, dari perspektif etika jurnalistik, hal ini menimbulkan tantangan serius, yang perlu ditanggapi secara hati-hati.
Bagi penulis fiksi, kehadiran AI yang mampu membuat cerpen atau puisi dalam hitungan detik, hanya berdasarkan beberapa kalimat instruksi sederhana, terasa mengancam profesi penulis dan merupakan tantangan kreativitas.
Baca Juga: Puisi Esai Mini Satrio Arismunandar: Penjahat Keji Dunia Maya yang Memerkosa Korbannya
Sedangkan bagi jurnalis, tantangannya lebih kompleks karena berurusan dengan data dan fakta, yang harus dipertanggungjawabkan pada audiens atau konsumen media.
Apabila ada berita yang ditulis menggunakan AI, dan kemudian terbukti berita itu tidak akurat, keliru, bias, siapa yang harus disalahkan? Apakah penggunaan AI itu sendiri dibolehkan atau sesuai dengan kode etik jurnalistik, yang merupakan pegangan bagi para jurnalis dalam menjalankan tugas profesinya?
Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, kita uraikan dulu bentuk-bentuk penggunaaan AI di media massa yang ada saat ini.
Bentuk Penggunaan AI di Media Massa
Ada berbagai bentuk pmeggunaan AI di media massa. Pertama, adalah penggunaan AI untuk penulisan berita otomatis (automated journalism).
Contoh: AI menulis laporan skor pertandingan, laporan keuangan, cuaca, atau data statistik. Penerapan AI yang seperti ini sudah digunakan oleh media atau kantor berita besar seperti Reuters, Associated Press, dan Bloomberg.
Baca Juga: Puisi Esai Mini Satrio Arismunandar: Kisah Yasir, Yasmin dan Dua Akta Kelahiran
Kedua, AI digunakan untuk penyusunan judul, ringkasan, dan caption otomatis. Caption adalah keterangan singkat yang menyertai foto yang dipublikasikan.
Ketiga, AI digunakan untuk penyuntingan otomatis. Dalam hal ini, AI akan memeriksa tata bahasa, gaya penulisan, dan konsistensi fakta untuk artikel atau berita.
Keempat, AI digunakan untuk pengelolaan distribusi konten. Dalam hal ini, algoritma AI akan merekomendasikan berita sesuai minat pembaca, seperti di Google News, Facebook, dan lain-lain.
Kelima, AI digunakan dalam pemrosesan wawancara secara otomatis. Di sini AI akan mentranskripsi dan menganalisis isi wawancara.
Keenam, AI dilibatkan dalam aktivitas deepfake dan visual generation (pembuatan konten visual). Berkat AI, konten bisa dimanipulasi secara visual. Ada yang relatif aman secara etis, misalnya, pembuatan ilustrasi untuk sekadar melengkapi berita. Tetapi AI juga rawan disalahgunakan. Misalnya, AI sengaja digunakan untuk tujuan penipuan dan kejahatan.
Tinjauan Manfaat dan Problem Etika Jurnalistik
Harus diakui, penggunaan AI di media massa juga memberi manfaat yang besar dan bisa dibilang tidak bertentangan dengan etika jurnalistik. AI kini bisa menyunting, memparafrase, dan menyesuaikan gaya penulisan, yang sebelumnya adalah domain editor dan copywriter.
Dalam peningkatan efisiensi dan kecepatan, AI memungkinkan media bekerja cepat menyampaikan data faktual. Misalnya, dalam penyampaian hasil Pemilu dan Pilpres, data cuaca, harga saham, kurs mata uang, dan seterusnya.
AI juga meningkatkan produktivitas wartawan. Berkat adanya AI, wartawan bisa fokus pada liputan investigatif atau analisis mendalam, sementara AI akan menangani hal-hal yang bersifat rutinitas.
Baca Juga: Sambut Hari Valentine, Puisi Satrio Arismunandar: Cinta Pada Diri Sendiri
AI juga sangat bermanfaat dalam presisi data. AI mengungguli manusia dalam mengelola angka/statistik tanpa kesalahan hitung.
Namun, selain keunggulan dan manfaat itu, pemanfaatan AI juga mengandung risiko dan masalah etika. Pertama, adalah tentang akuntabilitas dan tanggung jawab. Jika berita dari AI ternyata salah, siapa yang harus bertanggung jawab? Manusia (pengelola media) atau mesin?
Kedua, menyangkut kredibilitas dan kepercayaan publik. Pembaca media mungkin sulit membedakan, mana berita atau artikel yang ditulis manusia dan mana yang ditulis mesin. Hal lain, penggunaan AI berpotensi menurunkan nilai sentuhan manusiawi (human touch) dan empati jurnalistik.
Ketiga, penggunaan AI mengandung bias algoritma. AI meningkatkan kemampuannya dengan belajar dari data yang ada, yang tersebar bebas di dunia maya. Data yang beredar itu bermacam ragam, bisa jadi bias.Oleh karena itu, AI bisa menyerap bias ras, gender, atau politik dari data pelatihan. AI juga bisa menciptakan berita yang menyudutkan pihak tertentu secara tidak sadar.
Keempat, problem transparansi. Publik harus tahu jika sebuah konten ditulis oleh AI, tetapi banyak media tidak secara terbuka menyatakan hal itu.
Kelima, kekhawatiran pemutusan hubungan kerja (PHK). Suka atau tidak, penggunaan AI yang berlebihan di media massa bisa menggeser peran jurnalis, terutama untuk penulisan berita rutin. Beberapa media telah memangkas staf redaksi atau mengalihdayakan tugas menulis ke sistem AI untuk efisiensi biaya. Ini juga bisa melemahkan nilai kemanusiaan dalam profesi jurnalistik.
Keenam, ada bahaya manipulasi informasi (disinformasi) lewat AI. AI bisa digunakan untuk menyebar hoaks, membuat deepfake, dan menciptakan narasi palsu secara otomatis.
Beberapa Pedoman Etika yang Disarankan
Persoalan etika biasanya selalu mengundang perdebatan, pro dan kontra. Artinya, kesimpulan atau arahan yang ditulis di artikel ini tidak bersifat mutlak-mutlakan, tetapi lebih tepat dianggap sebagai saran, yang terbuka untuk didiskusikan lebih lanjut.
Pertama, isu transparansi. Pengelola media wajib menyatakan jika suatu konten dibuat atau dibantu pembuatannya oleh AI. Secara etis, menurut penulis ini lebih aman.
Kedua, faktor pengawasan manusia (human oversight). Semua produk jurnalistik yang melibatkan AI harus melalui editor manusia sebelum dipublikasikan. Ini juga bisa menjadi pengaman.
Ketiga, perlu ada pernyataan pertanggungjawaban yang jelas. Harus ada jurnalis atau institusi media yang siap bertanggung jawab atas isi media bersangkutan, bukan semua kekeliruan dalam pemberitaan lantas “dikambinghitamkan” ke AI.
Baca Juga: Denny JA Melalui Bantuan Artificial Intelligence Melukiskan tentang Hidup Sehat dengan Sentuhan Seni
Keempat, perlu pencegahan bias. Penggunaan AI di media massa harus diawasi agar tidak memperkuat stereotip atau diskriminasi terhadap pihak tertentu. Misalnya, diskriminasi ras, etnik, agama, gender, dan sebagainya.
Kelima, pengelola media harus menjaga integritas nilai jurnalisme. AI boleh membantu, tapi etika, empati, dan intuisi jurnalistik tetap tidak bisa digantikan.
Penutup
Baca Juga: Lukisan Karya Denny JA dengan Bantuan Artificial Intelligence: Handphone, Kita Dekat Sekali
Dari perspektif etika jurnalistik, penggunaan AI di media massa boleh dan bermanfaat, asalkan digunakan secara transparan, bertanggung jawab, dan diawasi oleh manusia.
Dalam penggunaan di media massa, AI adalah sekadar alat bantu. AI bukan pengganti nilai-nilai luhur jurnalisme, seperti kebenaran, akurasi, keberimbangan, dan kepentingan publik.
Depok, Juli 2025
Baca Juga: Kemandirian Energi di Era Kecerdasan Artifisial: Tantangan dan Peluang Kebangsaan
Catatan:
Pengumpulan data untuk artikel di atas, dibantu oleh AI. Tetapi uraian, analisis dan kesimpulan dalam artikel ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis.
*Satrio Arismunandar adalah penulis buku dan wartawan senior. Saat ini menjabat Pemimpin Redaksi media online OrbitIndonesia.com dan majalah pertahanan/geopolitik/hubungan internasional ARMORY REBORN. ***