Lompatan Estetika Lukisan Denny JA Melalui Genre Imajinasi Nusantara
- Penulis : Krista Riyanto
- Sabtu, 19 Juli 2025 10:21 WIB

Ia menyebut genre ini sebagai cara menyurealkan realitas sosial-politik. Ini sebuah upaya artistik untuk menolak estetika kolonial dan modernisme Barat yang steril. Denny JA menggugat, bukan dengan amarah, tapi dengan batik.
“Upaya artistik Denny yang menyurealiskan realitas… mengangkat karyanya sebagai genre yang khas dalam khazanah seni rupa Indonesia.”
Dalam konteks lukisan si anak di bawah langit pandemi, batik pada baju sang anak adalah simbol keterhubungan dengan tanah air, dengan sejarah, dengan rumah. Ia berdiri di kota yang hening, namun batiknya bicara.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Apakah Pertamina Bisa Selamat di Era Tanpa Minyak?
Merwan Yusuf: Irealitas Konkret yang Menangis
Bagi Merwan Yusuf, genre ini bukan untuk menyenangkan mata, tapi untuk menyentak batin.
Ia menyebut karya Denny JA sebagai “irealitas konkret”—lukisan yang terlihat mustahil, tapi justru paling jujur dalam merekam tragedi.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Mantra Dunia Minyak, Ketahanan dan Kemandirian Energi
Virus raksasa di langit bukan fiksi. Ia adalah simbol dari trauma kolektif yang nyata. Jalanan sepi, lampu merah, dan ekspresi sang anak adalah pantulan keheningan dunia saat lockdown.
“Genre ini adalah tangisan pelan dan perlawanan terhadap estetika.”
Merwan melihat batik di lukisan ini bukan sebagai ornamen, melainkan sebagai medium protes—protes terhadap estetika yang lupa menangis, seni yang lupa pada manusia.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Bangkitnya Negara Minyak Melawan Super Power Dunia
Ia melihat Imajinasi Nusantara sebagai seni yang bersujud, bukan bersolek.