DECEMBER 9, 2022
Kolom

Imam Jazuli: Saatnya Sekolah Rakyat Benar-benar Merakyat

image
Ilustrasi - Sekolah Rakyat (Foto: UGM)

Oleh Imam Jazuli*

ORBITINDONESIA.COM - Bangsa yang besar adalah bangsa yang menaruh perhatian serius pada kualitas pendidikannya. Maka ketika pemerintah mencanangkan Program Sekolah Rakyat (SR) dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,19 triliun, semangat yang mendasarinya tentu patut diapresiasi.

Ini merupakan bagian dari visi jangka panjang dalam menyambut Indonesia Emas 2045, mempersiapkan generasi yang unggul, tangguh, dan berdaya saing.

Baca Juga: Hampir 200 Gedung Sekolah Rusak di Cianjur, Disdik: Merata di Semua Wilayah

Namun demikian, dalam semangat besar itu terdapat ruang yang perlu ditinjau kembali dengan jernih dan cermat. Pendidikan tidak hanya menuntut inovasi, tetapi juga kesungguhan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan mendasar yang masih dihadapi ribuan sekolah di berbagai penjuru negeri.

Ada sekolah-sekolah yang kondisinya jauh dari layak, atapnya bocor, dindingnya masih berupa anyaman bambu, fasilitas belajarnya minim, dan guru-gurunya bergelut dengan kesulitan hidup yang nyata.

Dalam konteks inilah, kebijakan pendidikan dituntut untuk tidak hanya visioner, tetapi juga inklusif dan menyentuh kebutuhan yang paling mendesak. Niat baik untuk menciptakan sekolah unggulan melalui program Sekolah Rakyat tentu tidak salah.

Baca Juga: Isuzu Hadirkan Bus Sekolah Ramah Difabel di Pameran Kendaraan Komersial GIICOMVEC 2024

Namun, akan lebih bijaksana jika kebijakan tersebut disinergikan dengan upaya membenahi dan memperkuat sekolah-sekolah yang telah lama berjuang dalam keterbatasan. Sebanyak 421 ribu satuan pendidikan dari PAUD hingga SLB menurut data Kemendikbudristek tahun 2021 belum memiliki komputer atau perangkat teknologi informasi.

Maka ketika pemerintah berencana membagikan 9.700 unit laptop untuk siswa dalam program Sekolah Rakyat, pertanyaannya adalah mengapa tidak lebih dulu mengarahkan dukungan ini ke sekolah-sekolah yang belum memiliki akses digital sama sekali?

Langkah kecil untuk memperkuat sekolah-sekolah eksisting akan berdampak luas dan berjangka panjang. Memberikan perhatian dan dukungan kepada sekolah yang selama ini terpinggirkan akan memberi makna nyata bagi pemerataan kualitas pendidikan.

Baca Juga: Seskab Teddy Indra Wijaya dan Mensos Saifullah Yusuf Persiapkan Infrastruktur dan Kurikulum Sekolah Rakyat

Sebab, pendidikan yang adil bukanlah tentang membangun sesuatu yang baru, melainkan tentang menyempurnakan yang sudah ada agar tidak tertinggal.

Betul-betul merakyat

Semua juga bisa belajar dari berbagai lembaga pendidikan swadaya yang berhasil mengelola ribuan santri tanpa bantuan negara. Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman di Parung, Bogor, misalnya, membina lebih dari 15.000 santri dan menyediakan konsumsi harian dalam jumlah besar.

Baca Juga: Mensos Saifullah Yusuf: Empat Sekolah Rakyat Beroperasi di Sumatra Utara Tahun Ini

Ini menunjukkan bahwa semangat pengabdian dan efisiensi bisa berjalan beriringan dalam membangun pendidikan yang mandiri dan berdampak.

Jika program Sekolah Rakyat hanya menyasar 9.700 siswa dengan anggaran triliunan rupiah, maka tentu publik berhak berharap agar efektivitas dan dampaknya benar-benar terukur dan menyentuh kebutuhan riil.

Akan jauh lebih menggembirakan bila anggaran sebesar itu diarahkan untuk memperbaiki ribuan ruang kelas yang rusak, menambah sarana belajar, memperkuat kesejahteraan guru, dan meningkatkan kapasitas sekolah-sekolah yang sudah ada.

Baca Juga: Sekolah Rakyat Siap Beroperasi Juli 2025 Bertepatan dengan Tahun Ajaran Baru

Masyarakat juga perlu melihat persoalan koordinasi antarkementerian. Ketika Kementerian Sosial menginisiasi pengadaan laptop, sementara di sisi lain Kemendikbudristek telah mencatat kesenjangan digital yang sangat besar di lembaga pendidikan, maka menjadi penting untuk duduk bersama dan menyusun strategi yang lebih terpadu, menyeluruh, dan berkelanjutan.

Membangun generasi unggul tidak harus dimulai dari sesuatu yang baru. Justru membenahi dan memuliakan sekolah yang telah lama ada, merupakan bentuk penghormatan terhadap upaya pendidikan yang selama ini berlangsung dalam diam dan kesunyian. Di sanalah banyak anak bangsa tumbuh dan bermimpi, meski jauh dari sorotan dan fasilitas memadai.

Program Sekolah Rakyat tentu akan relevan apabila dibarengi dengan pendekatan yang lebih holistik.

Baca Juga: Gunawan Trihantoro: Blora Menyulam Asa Lewat Sekolah Rakyat

Misalnya, pengadaan komputer untuk sekolah-sekolah yang belum memiliki perangkat digital, pembangunan kembali ruang kelas yang tidak layak, serta penyediaan pelatihan berkelanjutan bagi guru-guru di daerah terpencil. Itulah bentuk keberpihakan yang konkret dan menyentuh langsung kehidupan masyarakat.

Dan Sekolah Rakyat sejatinya akan menjadi inspirasi jika mampu menjawab pertanyaan tentang bagaimana agar semua sekolah di negeri ini menjadi tempat belajar yang aman, layak, dan membanggakan? Bagaimana agar guru-guru tidak lagi harus berjuang sendiri demi menjalankan misi mencerdaskan bangsa?

Mari mengubah cara pandang. Sekolah Rakyat tidak harus menjadi gedung baru yang berdiri megah. Tetapi bisa berupa perbaikan satu ruang kelas, pengadaan komputer di sekolah terpencil, pelatihan guru honorer, atau sekadar menambal atap bocor. Karena pada akhirnya, yang dibutuhkan generasi mendatang bukan mimpi yang melambung, tetapi tempat berpijak yang kokoh.

Baca Juga: Idit Supriadi Priatna dari Kemensos: Anak Jalanan Juga Jadi Target Utama Sekolah Rakyat

Mari juga mengubah orientasi kebijakan dari sekadar pencitraan menjadi pengabdian. Tidak semua upaya yang baik harus viral, dan tidak semua yang sunyi itu tak berarti. Justru pada kesederhanaan dan kesungguhan itulah pendidikan membentuk karakter dan peradaban.

Anggaran sebesar Rp1,19 triliun bukanlah angka kecil. Itu adalah amanah dari rakyat yang membutuhkan pertanggungjawaban moral dan sosial. Maka, setiap kebijakan harus dilandasi oleh keadilan, efisiensi, dan kebermanfaatan yang luas. Pemerataan pendidikan bukan hanya tentang pemerataan akses, tetapi juga tentang pemerataan perhatian dan kepedulian.

Mari jadikan Sekolah Rakyat sebagai simbol kesungguhan pemerintah dalam mewujudkan pendidikan yang betul-betul merakyat. Bukan hanya karena namanya, tetapi karena dampaknya dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia, hingga ke pelosok-pelosok yang selama ini nyaris terlupakan.

Baca Juga: Dia adalah Franklin, Calon Kepala Sekolah Rakyat dari Biak Numfor, Papua

*KH Imam Jazuli Lc MA adalah Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon, alumnus Universiti Malaya, Kuala Lumpur, alumnus Al-Azhar University, Mesir, dan alumnus Pesantren Lirboyo Kediri. ***

Halaman:

Berita Terkait